Senandung Tugas Akhir

9:12:00 pm

Di antara semua anak yang sedang membuat Tugas Akhir, tentulah aku yang paling berbahagia, oleh karena Allah telah mengangkat bebanku dan menjadikanku merdeka.

Aku bukannya bersyukur untuk TA itu sendiri--yang mana kuharap adalah yang pertama dan terakhir dalam hidupku yang fana ini.

Aku lebih bersyukur karena Tuhan memberikan pembimbing yang sangat luar biasa.

Di antara semua yang berpendapat bahwa Bapak itu galak, nyeremin, dan pikasebeleun, mungkin hanya aku yang keukeuh bahwa dia adalah dosen terbaik seumur hidup!!!

Beliau tidak memojokkan aku saat progress demi progress yang ia nantikan tak kunjung tiba di pelupuk matanya. Dia tetap menerima hasil laporanku yang--sejak tahun lalu sampai sekarang--hanya diedit 2 kata saja. 

Dia pembimbing paling friendly.. uhm, sesungguhnya istilah itu kurang menggambarkan beliau di mataku.

Dia adalah bapak buatku. Sifat dan karismanya sebagai seorang bapak dari dua anak sangat terpancar.

Actually, semenjak aku kehilangan ayah biologisku, aku kehilangan figur ayah--secara spirit dan jasmani. Hubungan putus, sentuhan dan dekapan pun lenyap.

Tepatnya 4 tahun yang lalu.
Itu adalah awal mula aku 'mencari' ayah yang lain.

Di alam bawah sadarku, aku meng-capture / mencuplik sifat-sifat para bapak yang kusukai dan mengombinasikannya menjadi sebuah wujud abstrak tak terdefinisi, yang kusebut: Ayah.

Sebagai contoh.
Ada orangtua murid lesku (bapaknya) yang suka bercanda, kadang-kadang agak aneh, sih. Tapi tujuannya hanya mencairkan suasana dan membuat kekonyolan saja. Hatiku senang dengan apa yang dia lakukan, dan aku menerimanya di dalam hati: "Dia seperti bapak bagiku."

Lalu yang lain lagi.
Ada seorang teman kuliahku yang telah lanjut usia namun sok berjiwa belia. Ha-ha-ha. Dia seringkali memberi nasihat kepada kami, teman-temannya yang masih berdarah muda. Kadang jika aku bersikap seperti kanak-kanak Play Group, dia juga menegurku. Galak dan keras, tapi penuh kasih. Itu sangat terasa. Tak bisa dilupakan, saat suatu hari aku 'terpaksa' mengenakan rok selutut demi kepentingan pra-sidang Tugas Akhir. Temanku ini sempat berkata, "Nah, gitu donk, kan cantik kalau pake rok. Lebih keliatan 'wanita'nya." Aku hanya menanggapi dengan tawa-tiwi sok enggak peduli gitu deh, tapi sebenarnya aku tersipu-sipu. Dan kembali, hatiku berkata, "Dia seperti bapak bagiku." 

Kembali kepada Bapak pembimbing pujaan hatiku (ceileee...)
Seringkali dia bersikap jutek kepada teman-temanku yang lain (cowok-cowok) tapi tidak kepadaku.

Kadang-kadang aku merasa risih, "Bagaimana kalau terjadi kecemburuan sosial di antara kami?". 
Maklum, yang bimbingan dengan beliau ada 6 orang dan satu-satunya wanita hanya aku. 

Kami selalu bimbingan pada saat yang sama. Duduk melingkar, dan satu persatu kami ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan mematikan.

"Sudah 1 minggu, mana perkembangan pekerjaan kamu?"
"Masa' cuma segini aja? Baru niat doank, yah? Tindakannya mana? Saya nggak mau hanya dengar saja, saya harus lihat juga hasilnya."
"Kamu.. ya kamu. Nama kamu siapa ya?"

Astaga. Sudah 2 tahun anak itu diajar beliau tapi dia tak juga mengingat nama anak yang dibimbingnya ini.

Tapi kalau namaku, dia hafal banget. Bukan hanya hafal, kami juga sering bertegur sapa di luar kegiatan perkuliahan. Dan beliau selalu memanggil namaku dengan spontan--tanda bahwa ia mengingatnya dengan pasti.

Pernah aku bertemu beliau di sebuah toko buku di Bandung. Saat itu kami hanya saling bertanya, "Sedang ngapain, nih?", lalu sudah. Tapi aku senang telah bertemu dengan beliau. Dia punya spirit yang aku suka, dan bagaimanapun juga, spirit itu selalu ter-impartasi.

I just like him. He's my role model.

Pokoknya, kalau misalkan beliau jadi calon wakil bupati atau gubernur atau presiden, aku dukung!!



P.S. Terima kasih Pak Herry ...aku merasa begitu dikasihi dan diperhatikan. I wanna do my best in this Final Project just to make you happy and proud of me :)

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest