Recovery

12:33:00 am




Tanggal 27 Juli 2017, tepat seminggu setelah ‘teman masa kecilku’ pergi untuk selamanya.
[Baca postingan sebelumnya “Selamat Jalan, Teman Masa Kecilku :’(”]

It still hurts, somehow.


I am a kind of person who tend to define anything. Aku ingin semuanya bisa dimengerti: Kenapa dia pergi, apa yang sebenarnya memicu dia untuk pergi, apakah ini hanya hoax murahan (yang kuharap demikian).


Satu minggu terakhir ini adalah satu minggu terlambat dalam hidupku (di tahun 2017). Aku merasa ada orang yang sudah kukenal sangat dekat (padahal kenyataannya tidak), dan kepergian orang tersebut telah membuat lubang di pikiranku, lalu aku tidak bisa tidak mengenangnya. Hampir setiap saat. Aku membuka media sosial dan menemukan berita tentangnya. Semakin banyak aku tahu, semakin berkabung-lah aku.


Dan dalam satu minggu itu aku lelah. Aku kehilangan nafsu makan, aku kehilangan semangat (sehingga aku ijin tidak masuk bekerja sehari, and this is for real!), aku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan dan semuanya menjadi tidak menarik lagi. Obral tas dan sepatu menjadi seperti tiada artinya, aroma makanan yang kemarin-kemarin terasa lezat sekarang bagaikan hambar. Dan aku ingat ketika seorang sahabat di group WhatsApp bertanya, “Coba gambarkan hari kalian hari ini dengan satu kata,” dan jawaban spontan yang aku berikan adalah “G L O O M Y.” 


Hidupku kehilangan gemerlap serta dekorasinya. 


Aku tahu, ini semua terdengar aneh. Tapi memang dunia ini berisi banyak keanehan, bukan?


I’m not even a huge fan of Linkin Park. It’s only Chester and his way of singing that have contributed a lot in my youth age.


Secara logis aku seharusnya tidak bersedih terus-menerus atas kepergiannya, tetapi inilah yang dinamakan perasaan. Bisakah perasaan dikonversi menjadi rasio?


This grieving process is getting on my nerves. Bahkan aku bisa menangis di meja kantor hanya karena mendengar sepotong lagu yang ia nyanyikan!


Ini sebenarnya cuma fase—hanya mampir sebentar saja ke dalam perjalanan hidup yang fana ini. 

Tapi aku tidak tahu kapan fase ini usai. Dan aku ingin tahu bagaimana cara mengakhirinya, jika bisa!


Namun sepertinya peristiwa di malam hari tanggal 27 Juli 2017 membuatku bisa mulai move on.

Ketika itu aku sedang menelusuri linimasa Twitter, social media platform kesayanganku. Lalu aku menemukan sebuah tweet dari Mike Shinoda, seseorang yang (siapapun tahu) merupakan teman dekat Chester (terutama karena karir sebagai superstar memang telah mempertemukan mereka).


Begini isinya:

“One week. Feels like forever...”

Satu minggu bagi Mike terasa bagaikan tak berkesudahan. Mungkin satu minggu itu terasa tak berpengharapan, tanpa masa depan, baik buat band-nya maupun relasi pribadinya sebagai sahabat. 

Dan tiba-tiba aku bisa berpikir. (sebuah kemampuan yang sebelumnya sempat memudar)


“Siapakah aku—dibandingkan dengan Mike—mencoba mencari penjelasan dari kematian Chester?”


Tidakkah Mike sedang dilanda badai tornado yang menghantam pintu rumahnya sampai meruntuhkan beberapa tembok bangunannya, dan sementara itu yang aku hadapi hanyalah rintikan hujan di teras rumah?


Mengapa aku membesar-besarkan kedukaanku, ketika ada sekumpulan orang (yakni segenap anggota LP, fans mereka yang setia, dan bahkan istri serta anak-anaknya) yang tentunya jauuuuuuh lebih terpuruk atas kematian mendadak Chester?


Betapa egoisnya aku!


Betapa mudahnya aku mencari-cari alasan untuk menolak hal menyedihkan, dan bukannya memilih untuk menerima kenyataan (meskipun tanpa penjelasan).


Aku sadar bahwa aku harus menerima kematian ‘teman masa kecilku’ yang telah dia pilih sendiri (atau tidak? That’s not what I know of). 


Apa yang dituliskan Mike telah membantuku untuk tenang. Aku bisa berkata kepada diriku sendiri, “Yenny, tidak semua hal bisa kamu mengerti. Tidak semua kepergian bisa kamu tahan. Alasan tidak mesti selalu dituliskan. Terkadang kebingungan justru membantumu untuk bersemangat dalam hidup ini karena kamu akan terus mencari jawabannya.” 


Lebih baik, selama aku hidup, aku melakukan hal-hal berguna supaya kematian ‘teman masa kecilku’ tidak menjadi sia-sia... 


Misalnya, seumur hidupku aku akan berupaya agar jangan ada orang terdekatku yang sampai memilih untuk bunuh diri. (OMG this is way too scary!)


Jangan sampai ada Chester-chester lainnya. Cukup satu. Itu pun sudah sangat disayangkan dan dirindukan. 


Ahh...


Semoga kita berjumpa di sana.

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest