Cerita Mistis di Parangtritis

12:24:00 pm

Peringatan: jangan dibaca kalau kamu takut akan hal mistis.



Kisah ini sudah terjadi cukup lama, tepatnya bulan Mei 2014. Saya jadi ingat lagi karena sedang ramai berita tentang rencana penggerudukan Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Sebuah laman di Facebook berusaha mengumpulkan ribuan orang untuk hadir secara massal di Parangtritis dengan mengenakan baju hijau. Astaga. 


Peristiwa ini sebenarnya cuma lelucon. Maksudnya, mereka tidak akan benar-benar berkumpul di sana dan memakai baju hijau. Kemungkinan, ini cuma tiruan dari penyerbuan Area 51 yang lagi heboh di AS. Katanya, mereka mau cari alien yang selama ini disembunyikan pemerintah di Area 51. Padahal jelas-jelas itu adalah kawasan tertutup dan berbahaya untuk sipil, lantaran menjadi tempat latihan menembak militer AS (konon juga merupakan tempat pembuatan bom dan pesawat siluman).




Hayah. 

Saya tidak mau ikut-ikutan komentar soal aksi ekstrim berbaju hijau berjamaah dan menantang Pantai Ratu Selatan aka. Nyi Roro Kidul. Tapi cerita yang akan saya kisahkan berikut memang masih berkaitan dengan misteriusnya Parangtritis.

Sebelumnya, saya nyatakan sedikit pendirian saya. Meskipun tinggal di Indonesia puluhan tahun lamanya, saya bukan orang yang peduli dengan hal-hal mistis. Saya tidak takut hantu. Kenyataannya, saya belum pernah lihat model-model penampakan seram kayak yang diceritakan orang-orang. Tapi saya percaya dia memang ada di dunia ini. 

Dan saya benci setengah mati dengan hantu (meskipun saya belum pernah lihat). Dia jelek (pastinya), suka menakut-nakuti, dan tidak bikin happy. Jadi jika teman serumahku dulu pernah bilang bahwa dia merasa bulu kuduknya berdiri karena mendengar suara aneh (yang mana tak dapat saya dengar), saya langsung berdoa dengan khusyuk. Ya, saya percaya bahwa Kerajaan Kegelapan, dengan iblis sebagai jenderalnya, itu nyata. Ia berubah bentuk jadi setan-setan dengan kearifan lokal (seperti kunti, genderuwo, nyi roro kidul, dsb). Tapi saya adalah anggota Kerajaan Terang. Jadi, saya berdoa dengan otoritas Kerajaan Terang yang dipimpin oleh Yesus Kristus, memerintahkan segala setan dan konco-konco Kerajaan Kegelapan untuk pergi. PERGI dari rumah yang kami diami, dan jangan kembali selamanya. Perkara selesai, saya dan kawan saya bisa tidur nyenyak.

Tambahan lagi, saya bukan orang yang tertarik mendengar kisah persetanan atau tayangan perburuan hantu di televisi. Jijik malahan. Mengapa mereka mengagungkan kengerian? Jelas saja Kerajaan Kegelapan tertawa terpingkal-pingkal, mengetahui bahwa manusia di planet ini masih tertarik dan penasaran dengan aktivitas mereka. 

Tapi kejadian di Parangtritis yang akan kuceritakan ini merupakan satu-satunya pengalamanku dengan kemistisan. Yah, sampai sini kamu masih bisa meninggalkan blog ini sesegera mungkin. (Sejujurnya saya mulai agak merinding saat mau menulis bagian selanjutnya).

Mei 2014. Kami baru saja tiba di Stasiun Yogyakarta, dengan perjalanan kereta 8 jam dari Jakarta. Kami semua total berenam, kami adalah pekerja di sebuah kantor yang sama. Hari sudah cukup siang (sekitar pukul 10), dan cuaca panas. Kami memutuskan untuk menuju Pantai Parangtritis.

Itu objek wisata pertama yang akan kami sambangi. Tepat sekali rasanya, bermain sejenak dengan ombak saat matahari sedang terik di Kota Gudeg. 

Setelah menaiki sebuah minibus/elf selama 40 menit, kami tiba. Yihaaa! Deru ombak dengan suaranya yang menghentak, bikin jantung lebih cepat berdetak.



Aku dan teman perempuanku yang bernama Candy (dibaca Kéndi) asyik duduk di tepian yang dekat dengan ombak.

Kamu tahu kan permainan anak kecil? Mereka suka duduk di pasir, selonjoran kaki, lalu membiarkan ombak maju mundur menyerang kaki mereka?

Nah, itu posisi yang sedang aku dan Candy lakukan. Kami tertawa senang, seakan belum pernah lihat laut berpuluh tahun lamanya.

Maklum… orang kota metropolitan, kalau ketemu pantai, perilakunya jadi norak sekali!

Posisi duduk kami kira-kira seperti ini

Kami meraba-raba kaki kami yang penuh pasir setiap kali ombak bergerak mundur. Kombinasi air dan pasir menciptakan "sofa" yang empuk dan hangat. Dari dekat, air laut yang bergerak itu  terlihat bagai busa-busa putih di bak cuci piring. Tapi, beda dengan busa sabun, buihnya air laut lebih cepat pudar. 

Tiba-tiba, aku melihat benda berkilau, mengambang di antara buih putih itu. Cincin! Emas dan bermata biru. Cantik sekali. Sekeliling matanya berkilau. Sangat menarik hati.

(Aku mencoba mencari gambar yang mirip di google tapi tidak ketemu. Kira-kira cincinnya itu seperti ini: kombinasi dari dua gambar berikut ini)





Aku coba meraihnya sembari tetap duduk di pasir, karena posisinya dekat kakiku. 

"Kén! Liat tu cincin.. ambil ambil!" kataku pada Candy.

"Eh iya Kak Yenny! Tangkep coba," teriak Candy tak kalah bersemangat. Dia duduk persis di sebelahku, jadi dia hanya perlu mengulurkan tangannya ke arah ujung kakiku. 

Tapi belum sempat tangan kami meraihnya, cincin itu hilang dari pandangan. Buih-buih membuat cincin itu tidak nampak.

Kami bangkit dari posisi duduk, lalu berdiri. Penasaran! 

Kami berjalan sedikit mendekati laut, mencoba meneliti buih-buih putih. Mungkin cincin itu terbenam di dekat-dekat situ. Tak mungkin benda sekecil itu hilang begitu cepat! 

Nihil..sial!

Aku dan Candy bergumam tak jelas. Aneh betul, cincin itu lenyap dari pandangan. Padahal hanya ombak pelan saja yang bisa membuatnya maju/mundur. 

Harusnya tidak jauh! 

Tapi… memang dia tidak lagi ada di sekitar kami. 

"Aaaarghh!" demikian kekecewaan aku dan Candy. Gagal meraih benda indah, yang jaraknya hanya beberapa cm dari mata. 

Jadi, kami menuju kawan-kawan lain yang sedang berteduh di bawah payung berwarna pelangi ngejreng. 

Candy mulai bercerita. Masih semangat sekali. "Tahu nggak tadi aku dan Kak Yenny nemu cincin, tapi pas mau diambil dia hilang!" Lalu ia melanjutkan dengan deskripsi singkat soal si cincin.

Aku mengangguk-angguk dengan loyo. Cuaca begitu panas, dan kami habis "bergulat" dengan ombak untuk mencari si cincin.

Mika, kawan kami yang merupakan warga asli Yogya dan bertindak sebagai tour guide dalam perjalanan ini, sontak berkata, "Baguslah.. memang lebih baik kalau kalian tidak ambil cincin itu."

Dia tampak tenang, beda dengan kami berlima yang semangat membayangkan cincin itu. Kami bukan anak-anak matre, yang punya skenario menjual cincin itu ke tukang tadah untuk mendapatkan uang. Aku dan Candy hanya penasaran. Dipegang saja belum sempat, eh cincin itu udah raib. 

Apa yang Mika katakan tadi, ternyata masih berlanjut.

"Asal kalian tahu aja," ujarnya dengan logat jawa medok. "Ini mungkin salah satu cara Nyi Roro Kidul menjerat manusia ya. Saya juga pernah dengar cerita soal cincin kayak gitu di pantai ini."

"Dengan keindahannya, cincin itu bisa membuat siapa saja terpikat, ingin mengejar. Secara ga sadar orang itu akan terus menjauh dari daratan. Ia terdorong makin dekat ke tengah laut. Sampai… ia terbawa ombak, lalu ditemukan mati beberapa hari kemudian, atau tidak pernah ditemukan lagi selamanya."*

Dammit, Mika! Kataku dalam hati. Jantungku berdetak semakin kencang.

Kulihat Candy merapatkan bibirnya, matanya masih memandang ke laut lepas. Yang lain mencoba menerawang. Ada apa sebenarnya di tengah laut ini?

Kami berenam menyatu dalam diam, tapi debur ombak masih bertalu-talu. Ada suasana yang benar-benar tidak nyaman di sini. Kami ingin segera pergi. Ke mana saja, asal tidak di sini.

Aku tidak akan memungkiri bahwa cukup 2 kata untuk menggambarkan cincin itu: "Menarik hati".

Kilaunya, daya tariknya, pusat matanya yang biru, besar... Seakan memanggil-manggil siapapun yang memandangnya!

Berapa kalipun aku mengingat kisah suram ini,  aku bersyukur sebab Tuhan masih melindungi kami waktu itu. 


*Catatan: 
Ada artikel yang menjelaskan soal arus balik Rip Current yang berbahaya di Pantai Parangtritis. Di situ penulisnya mengklaim bahwa orang bisa tewas terbawa ombak dikarenakan adanya rip current, bukan Nyi Roro Kidul. Aku percaya sains, tapi setelah pengalaman di atas kualami sendiri, aku yakin bahwa di dunia ini ada hal-hal yang tidak terpecahkan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan. Untuk menambah sudut pandang, kamu bisa baca soal Rip Current di sini: https://m.hitekno.com/sains/2019/07/19/200000/bukan-nyi-roro-kidul-ini-alasan-ilmiah-pantai-selatan-telan-banyak-korban

You Might Also Like

2 komentar

  1. Scarriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
    Good Tuhan masih mau lu hidup sampe sekarang Mooooom!!!!
    Kalo gak gw udah nangis berember2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak ugha nangisnya sampai diemberin huhuhuuu... iya untungnya nyi roro kidulnya masih kalah sama kuasa Tuhan, hehehe..

      Delete

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest