MARAH??

11:47:00 pm

Gw sedang membaca buku bagus berjudul "Kebahagiaan : Sebuah Pilihan". Buku ini ditulis oleh dua orang psikiater terkemuka yaitu Frank Minirth, M.D. dan Paul Meier, M.D.. Diterbitkan oleh PT. BPK Gunung Mulia setebal 283 halaman. Bisa dibeli di toko-toko buku terdekat di kota Anda. Hahaha..gw kaga mo promosi di sini!

Sebetulnya ini buku yang memaparkan gejala, penyebab, dan pengobatan depresi. Sangat psikolog banget yah? Tapi ini ditulis berdasarkan pemahaman2 Alkitab, karena mereka berdua orang yang percaya Yesus. Teori2 yang diungkapkan disesuaikan dengan kebenaran firTu. Itulah alasan kenapa buku ini bagus dan layak dibaca! Dan gw rasa ada beberapa poin yang penting untuk dibagikan.... apakah ituuu???

Di buku ini dikasitau dengan jelas--bahkan berulang kali--bahwa akar masalah dari hampir semua depresi adalah, memendam kemarahan baik terhadap diri sendiri (perasaan bersalah yang semu) maupun terhadap orang lain (mendendam). Dendam ini biasanya berada di alam bawah sadar (jadi kita tidak menyadarinya) karena kita malu atau takut untuk mengakuinya kepada diri kita sendiri.

Oke deh, gw sih ngga berpikir dan ngga akan benar2 tau siapa aja orang yang sedang depresi saat ini. Tapi pasti pernah ada saat-saat ketika setiap orang "terjebak" dalam situasi seperti ini. Dan di buku ini tertulis, jika Anda depresi, berdoalah tiap malam sampai Allah akan menyatakan setiap dendam yang tidak Anda sadari yang Anda pendam terhadap seseorang -- termasuk terhadap diri Anda sendiri. Hanya Allah yang sanggup melakukan itu.

Sebetulnya--lepas dari masalah depresi atau engga--topik yang ingin dibagikan adalah soal 'kemarahan.' Karena menurut gw semua orang ngga pernah lepas dari yang namanya marah-marah. Sepanjang umur hidupnya, marah-marah adalah pertanda orang masih punya emosi. Asal emang tepat sasaran.

Ada suatu segmen di otak yang dikenal sebagai wilayah limbus yang bertanggung jawab terhadap perasaan seseorang. Wilayah ini mengendalikan apakah suatu perasaan itu menaik (elated) atau menurun (depresi), atau bahkan di dalam temperamen. Amine otak adalah neurotransmitter (pemancar saraf) yang mengapung di dalam sinaps di antara sel-sel saraf. Menurunnya neurotransmitter (norepinefhrin dan serotonin) dirasakan sebagai faktor utama penyebab terjadinya depresi.
Kemarahan yang terpendam menyebabkan berkurangnya amine ini. Akibatnya, sistem saraf tidak berfungsi dengan baik dan orang dapat menderita insomnia (sulit tidur), mudah lelah (fatigue), perubahan nafsu makan, atau jantung berdebar-debar.


Intisari dari sederetan penjelasan yang berhubungan dengan pelajaran biologi dan kimia itu (yang engga gw tulis semua karena panjang banget) ialah, Kemarahan yang terpendam kemungkinan merupakan penyebab kematian.

Truss..secara mendasar ada enam (6) kelompok orang yang sering menjadi sasaran kemarahan dan yang perlu dimaafkan:
1. orang tua kita.
2. diri kita sendiri.
3. Allah.
4. pasangan kita.
5. siapapun yang memiliki otoritas atas kita.
6. secara sederhana diklasifikasikan sebagai 'orang-orang lain'.


Mungkin ada yang bertanya-tanya dengan poin nomer 3. "What? Memaafkan Allah?" Yoo wiss, gw di sini sebetulnya mo bahas poin nomer 2 dan 3 (menurut gw menarik sih), tapi gw loncat dulu ke yang nomer 3.

Maksud yang sebetulnya adalah, kita perlu menghadapi kemarahan yang kita tekan terhadap Allah. Kita TIDAK memaafkan Allah, karena Allah tidak pernah melakukan kesalahan; tetapi mungkin kita mempunyai kemarahan yang ditekan atau perasaan pahit terhadap-Nya. Mungkin secara tidak sadar kita mempunyai alasan dalam pikiran kita sebagai berikut. "Di atas segalanya, Dia adalah Allah dan Dia dapat mencegah atau mengoreksi situasi jika Dia memilihnya." Seperti Ayub, kita perlu mengakui kemarahan kita kepada Allah, membicarakannya, memohon kepada-Nya agar membantu kita menyelesaikan hal itu.

Sehabis gw baca beberapa kali, bener juga, gw sering mikir, "Ih Tuhan kenapa waktu itu Engkau engga menjadikan situasinya kayak bla-bla-bla aja, Engkau kan pasti bisa! Engkau selalu bisa semuanya koq!" Oops.. untunglah gw segera sadar, dan kudu cepet2 membereskannya..

Mundur ke yang nomer2..
Kita perlu memaafkan diri kita sendiri. Begitu kita marah kepada orang lain, kita menjadi marah dengan diri kita sendiri karena tidak berbuat lebih baik dan melakukan kesalahan lebih sedikit. Kita sering lebih keras mengkritik diri kita sendiri daripada terhadap orang lain. Kita perlu memaafkan diri kita sendiri karena kesalahan dan dosa kita di masa lalu. Allah memaklumi kelemahan-kelemahan kita. Dia mengenal kita dan bahwa kita ini debu (Mzm. 103:14). Dia berkata bahwa ketika Dia menghapus dosa kita, sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya daripada kita pelanggaran kita (ayat 12). Dia ingin agar kita berbuat hal yang sama dan tidak lebih lama menyimpan kemarahan kita di masa lalu terhadap diri kita sendiri.

Oya, sebelum kelupaan nih, sebagian kemarahan kita merupakan tanggapan yang wajar (kemarahan yang benar) terhadap seseorang yang bersalah terhadap kita. Contohnya, seorang teman yang menyebarkan gosip atau dusta tentang kita. Dalam Efesus 4:26, kita diperintahkan "menjadi marah dan tidak berdosa". Akan tetapi, ayat yang sama, bagaimanapun juga, memperingatkan kita bahwa seharusnya kita tidak membiarkan kemarahan itu sampai saat matahari terbenam. Kita tidak boleh menyimpan dendam. Kita harus bersih dari emosi yang berbahaya (kemarahan) sampai menjelang matahari terbenam (atau waktu tidur). Jelasnya, jika semua kemarahan kita merupakan dosa, kita tidak akan diperintahkan oleh Allah dengan "jadilah marah dan jangan berbuat dosa."

Tetapi, kebanyakan kemarahan kita adalah dosa dan tidak pantas. Singkatnya, ada tiga sumber kemarahan utama yang tidak tepat :
1). mementingkan diri sendiri
2). tuntutan untuk menjadi serba sempurna (perfeksionistik)
3). kecurigaan.

Jika, setelah Anda menganalisa kemarahan Anda, Anda menemukan bahwa ternyata kemarahan Anda tidak pantas akibat 3 hal di atas -- maka Anda tidak perlu memverbalisasikan (mengungkapkan) kemarahan Anda yang tidak pantas. Bagaimanapun, kadang-kadang tindakan analisa itu bermanfaat untuk memverbalisasikan kemarahan Anda yang tidak pantas. Sebagai contoh :

Kawan, baru saja saya merasakan amarah terhadapmu, sehingga saya berdoa mengenai hal itu dan menganalisanya. Setelah memikirkannya selama dua jam, saya memutuskan untuk membiarkan keinginan serba sempurna saya lepas dari diri saya. Saya mengharapkan Anda menjadi sempurna dan mulai menjadi marah ketika Anda tidak melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Akankah Anda memaafkan saya karena berlaku demikian picik? Anda mungkin akan memaafkan beberapa kepicikan saya jika Anda sungguh-sungguh ingin menjadi kawan baik saya.


Satu kalimat penutup, yang juga dikutip dari buku ini; Kemarahan perlu diakui, dan orangnya dimaafkan.

Sekian. Semoga bermanfaat n memberi inspirasi yang berguna di masa yang akan datang ! ^^

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest