Tahun 2011: Tahun Perdamaian

5:15:00 pm

Dengan amat bangga dan bersukacita, aku mendeklarasikan tahun 2011 (yang akan berakhir 12 hari lagi) sebagai tahun perdamaian.



Apa sebab?


Karena tahun 2011 ini aku telah berdamai setidaknya dengan 2 oknum. 


Yang pertama, berdamai dengan seseorang yang sempat kesal denganku dan menciptakan sebuah perang dingin di antara kami. Tindakan pra-perdamaian dilakukan bulan Desember 2010, saat aku menghampiri dia dan mengulurkan tanganku padanya, memohon maaf atas semua kesalahan yang kuperbuat padanya. Saat itu, dia tidak bereaksi sesuai dengan harapanku. Aku sedih sih, agak kecewa, namun aku berusaha untuk tidak "menghukum diri sendiri". Aku tetap berjalan dengan langkah pelan tapi pasti, ketika dia tidak menyambut uluran jabatan tanganku. Dia melengos saja, menuju tempat parkir. Satu-satunya kalimat yang terlontar dari mulutnya adalah, "Untuk apa?"


Aku ingat, sesudah dia pergi dari hadapanku, aku pergi ke toilet. Bukan, bukan menangis kog. Tapi buang air kecil. Aku sengaja menahannya (walaupun sudah di ujung tanduk. Hahaha), karena takutnya dia "mencuri-curi" kesempatan untuk pergi sebelum aku sempat minta maaf padanya. Dia tipe orang yang tidak berkeliaran di kampus, jadi aku khawatir kalau-kalau aku tidak dapat bertemu lagi dengannya. Kapan lagi kami berdamai kalau bukan sekarang, pikirku waktu itu. Lagipula aku sudah mendoakannya selama beberapa hari sebelumnya. Aku harus yakin bahwa ini saat yang tepat untuk membereskan semuanya sebelum ada hal-hal tidak terduga yang akan memisahkan kami selamanya ...


Ahh! Dia tidak menanggapi proposal perdamaianku! Sepertinya dia masih marah dan belum mau membereskan semuanya. Jangankan membicarakannya denganku, melihat mataku saja dia enggan. Hmm.


Tapi tetap saja aku tidak berhak memaksakan kehendakku terjadi atas dirinya. Aku selalu berusaha ingin mengubah dia. Aku selalu berharap tindakanku, perkataanku, dan perlakuanku terhadapnya dapat mengubah karakternya menjadi lebih baik dari yang sekarang. Salahkah semua itu? Tidak. Tindakan itu tidak salah, namun motivasinya yang salah. Aku ingin mengubah dirinya demi egoku sendiri. Aku ingin menjadikan dirinya seperti dengan ketentuan yang kubuat sendiri. Padahal aku 'kan bukan siapa-siapanya dia. Orangtuanya saja belum tentu dapat mengubah dia. Hanya Tuhan Yesus yang dapat dan berhak.


Jadi, sejak kejadian di hari itu, aku tetap tidak menyesali permintaan maaf tersebut. Meskipun tanggapan dia kurang menyenangkan, tapi hatiku amat lega karena telah menyampaikan sebagian kecil ganjalan di hatiku. Terserah dia jika dia tidak mau memaafkanku, yang penting dia sudah tahu kerinduanku untuk berdamai dengannya.


Sepuluh bulan kemudian.




Sejak kejadian di bulan Desember 2010 itu, aku hanya menghabiskan waktu sekitar seminggu untuk mengingat-ingatnya. Setelah 7 hari, aku sudah lupa. Banyak hal lain yang menyita pikiran.


Namun, sosok itu tiba-tiba muncul di rumah. Tak ada sisa noda kemarahan atau acuhan buang muka yang selama ini dia lakukan padaku. Aku pun menerima kedatangannya dengan sorak-sorai di dalam hati, namun di wajah aku cukup menampilkan senyum simpul dan mata berbinar. Ah, sebenarnya aku tak ingat bagaimana reaksiku yang terkesan dengan kehadirannya malam itu. Pokoknya, hatiku sangat bahagia. Dia datang sebagai tanda selesainya amarah. Dia menerima permintaan maafku. Akhirnya!






Wow, aku sangat senang! Luar biasa! Tak bisa berhenti tersenyum rasanya, meskipun beberapa menit kemudian dia pulang dari rumahku.  Aku .. sangat bersyukur. Terimakasih Tuhan Yesus. Kau menjawab doaku. Kau selalu punya rancangan terindah sesuai dengan waktu-Mu.


----



Perdamaian kedua adalah antara aku dengan kaum anjing.


Aku tidak suka anjing. Satu-satunya hewan yang kumusuhi adalah anjing. Suara mereka mencekam. Bagiku mereka tidak lucu sama sekali. Setiap kali aku berkunjung ke rumah temanku yang memiliki anjing, siapapun temanku dan apapun jenis ras anjingnya, aku tidak suka. Merekapun tidak menyukaiku.


Tapi tahun 2011 adalah titik balik dalam hidupku. Aku sudah tidak membenci anjing lagi. 


Apa yang membuatku dapat berdamai dengan mereka?



Pikiran yang diubahkan. Itulah awal dari sebuah pemulihan hubungan (dengan siapapun hubungan itu). Dulunya aku selalu berpikir bahwa semua anjing menyebalkan dan mereka membenciku. Namun, kebenaran mengatakan bahwa, anjing itu baik. Mereka suka berkenalan dan bersahabat dengan manusia. Gonggongan mereka saat bertemu dengan orang baru bukanlah sinyal kebencian yang mereka pakai untuk mengusir orang itu. Justru sebaliknya, mereka sedang menyapa dan menyambut dengan gembira. 



Gigitan mereka adalah gerakan tubuh yang mengekspresikan rasa sayang; sama seperti manusia saat membelai, mengusap-usap kepala, atau mencium sesamanya. Dan mereka sangat ingin berdekatan dengan manusia. Itu saja.



Wew, kebenaran--meskipun sederhana--dapat memerdekakan kita. 



Kini, aku selalu ingin berdekatan dengan anjing. Belum semua anjing, tentunya. Namun saat bertemu dengan anjing baru, aku ingin memakai pikiran ini. Bahwa anjing tidaklah salah. Mereka tidak ingin berniat buruk kepada kita. Love and hug for dogs!

Dogs love human beings. Not to hate them.

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest