Apa pesan terakhirmu di media sosial?

10:23:00 pm

Semenjak manusia eksis di 2 dunia yakni dunia nyata dan dunia maya, manusia bisa dinilai dan diakui dari 2 dunia tersebut. Misalnya gini. Gw pernah kenal seorang supervisor di sebuah perusahaan yang suka ngecek sosial media orang yang melamar pekerjaan di tempat dia. Kalau supervisor itu mendapati bahwa calon pelamarnya punya tweet-tweet jorok misalnya, atau postingan Facebook-nya hanya seputar foto-foto narsis dia yang gak jelas juntrungannya, maka calon pelamar tersebut bisa jadi gak akan bisa masuk ke tahap berikutnya, yaitu wawancara.

Sebetulnya udah gak asing juga bahwa kalau kita mau kenal seseorang, bacalah isi Facebook dan Twitter-nya. Atau kalau punya BBM, ya bacalah statusnya dan liat fotonya. Dari situ sebenarnya kita bisa tahu, apakah orang ini pemalu, malu-maluin, atau suka bikin malu orang lain, atau malah gak punya urat malu lantaran udah putus.

Yang unik lagi, belakangan ini gw perhatiin media hobi banget menilai seseorang yang sudah meninggal dari status terakhir dia di FB atau Twitter. Contohnya, waktu temen SMA gw yang bernama Joan Tobit wafat gara-gara kecelakaan saat mendaki gunung, gw baca berita di sebuah media yang menyebut-nyebut status terakhirnya Joan di FB. Meskipun gw ngerasa agak spooky mengungkit-ungkit kematian temen gw ini, ada baiknya kalian tahu isi postingan terakhir dia sebelum memejamkan mata untuk selamanya:


Itu beneran terakhir, sebelum akhirnya gw gak bisa menemukan lagi akun FB nya Joan. Sepertinya ada yang menon-aktifkannya. Entah siapa. Aihh, mendadak horor ya, boo...

Terus semenjak itu, kalo ada kematian siapapun pasti kita juga jadi mikir, apa sih postingan terakhirnya di FB atau Twitter. Kayak waktu temennya temen gw meninggal kemarin karena sakit parah. Dia nyebut bahwa temennya ini sebelum meninggal sempet bikin posting bahwa dia ingin "menari di angkasa." Nah, kebetulan orang yang meninggal ini memang berprofesi sebagai penari selama hidupnya. Jadi, lo ngerti kan mengapa status terakhirnya dia bisa jadi begitu sensasional.

Gw pikir, kita terkadang nge-update status tanpa kita sadari makna luasnya. Kayak gw, yang terakhir kali update status FB dengan isi: "Pergi untuk kembali." Udah, gitu doang. Dan makna yang terkandung dalam status gw sebenarnya adalah tentang akun FB gw yang kembali gw aktifkan setelah sekian lama gak gw aktifkan, lantaran satu dan lain hal. Jadi maksudnya, gw sempet pergi dari FB tapi itu gak berlangsung lama, dan akhirnya gw kembali. Yeaah.

Trus, gw membayangkan seumpama gw mati. Lalu gw tuh terkenal seantero Indonesia. Nah, gw bisa bayangkan postingan terakhir gw di Twitter, Facebook, BBM, WA pasti dibahas-bahas sama media. (Ngarep banget seh guee?!) Kalo misalkan, status terakhir gw adalah: "Sakit perut ini menyiksa batinku" gw yakin media bakal sok dramatis menelusuri penyebab kematian gw terus nyambung-nyambungin sama status gw itu. 

Lah, kalo seumpama status terakhir gw sebelum kembali ke rumah Bapa di sorga adalah "Menjadi orang Kristen tanpa doa sama dengan hidup tanpa bernapas, by Marthin Luther King, Jr." Nah, pasti media tuh mengekspose bahwa gw jarang berdoa makanya gw mati (??). Yah, intinya sih apapun status terakhir kita, dianggap media sebagai pesan terakhir. Padahal gimana bisa kita menilai seperti itu. Lah kalo orang yang bersangkutan jarang banget mainin media sosial dan status terakhir dia itu ditulis 2 tahun lalu, apa bisa disebut pesan terakhir? Apa layak itu didramatisir?

You Might Also Like

1 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest