Merayakan Perpisahan

8:42:00 am

Perpisahan identik dengan air mata? Itu sudah basi. Bukankah dalam bahasa Inggris ada frase Farewell Party, yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti Pesta Perpisahan? Mengapa mesti PESTA? Mendengar kata ‘pesta’ tentu kita membayangkan balon dimana-mana, gemerlap lampu penuh semarak, nyanyian dan tawa bergema di sudut ruangan, lalu…makan-makan! Hahaha. Sepertinya keadaan semacam itu kurang pas untuk merayakan perpisahan yang identik dengan kehilangan dan kepergian, ya? Apakah benar ada pesta untuk merayakan perpisahan?

Berikut ini adalah 3 alasan mengapa beberapa perpisahan patut dirayakan dan justru tak layak ditangisi!

#1  Kita berpisah untuk bertumbuh

Masih ingatkah kapan pertama kali kamu menjadi anak rantau; meninggalkan kampung halaman yang lengkap dengan segala kenyamanan keluarga, dan mesti menuju ke negeri antah-berantah? Mengapa kamu mau melakukannya walaupun pantatmu merasa enggan untuk terangkat meninggalkan rumah yang selama ini kamu tempati?

Bukankah itu kamu lakukan karena kamu ingin menggapai cita-citamu? Bukankah itu demi ijazah dan gelar Sarjana yang akan kamu kantongi? Bukankah itu demi mengumpulkan pundi-pundi rejeki dan menafkahi orang-orang yang kamu cintai?

Kamu berpisah untuk menggapai sesuatu yang lebih besar. Daripada terus-terusan menikmati suapan nasi dari emak, bukankah kamu lebih bangga dan bahagia kalau bisa mentransfer uang jutaan rupiah ke rekening beliau? Daripada menikah di usia muda setelah lulus SMA dan menjadi ibu hamil saat teman-temanmu justru sedang kuliah, bukankah dalam hatimu kamu lebih rindu mengejar ambisimu menjadi pemimpin perusahaan?

Pada akhirnya, lambaian tangan penuh tangisan yang terjadi antara kamu dan keluargamu di stasiun kereta api atau bandara waktu itu, akan berganti dengan senyuman tegarmu karena kamu nyatanya menjadi pribadi yang lebih baik pada 2 atau 5 tahun kemudian.



#2 Kamu berpisah dari apa yang memang bukan kepunyaanmu. Kamu berpisah karena sudah waktunya kamu mengembalikannya.

Suatu hari, kamu akan menyadari bahwa apa yang sedang kamu nikmati di depan mata, tidak akan selamanya ada. Seseorang yang begitu kamu cintai sampai-sampai kamu rela berikan seisi dunia demi mempertahankannya, akan pergi juga. Mengapa? Karena mereka bukanlah kepunyaanmu.

Anakmu bukan kepunyaanmu; Tuhan hanya menitipkannya kepadamu karena Dia tahu kamu bisa merawatnya, membesarkannya, dan mencintainya. Bahkan Tuhan yakin kamu bisa mengajarkan kepada anakmu tentang Sosok Sang Pencipta hingga akhirnya anakmu yang tak mengenal Tuhan kini justru begitu akrab dengan-Nya.

Momen itu pun tiba, dan Tuhan berbisik kepadamu, “Terimakasih karena engkau telah memperkenalkan Diri-Ku kepada anakmu. Kini dia mencintai-Ku. Bahkan dia lebih mencintai-Ku daripada dia mencintai engkau. Sekarang, biarkan anak ini pulang dan beristirahat dengan tenang. Engkau telah mengerjakan tugasmu dengan luar biasa. Cinta-Ku kepadamu akan melimpah dalam hidupmu, sehingga dukamu saat engkau harus berpisah dengan anakmu akan engkau lupakan. Ingatlah: senyuman yang anakmu torehkan di wajahnya saat engkau memeluknya di kala dia gagal, mengampuninya atas segala kebandelannya, dan mengangkatnya waktu terjatuh, adalah senyuman yang sama yang telah engkau buat di wajah-Ku.”

Kamu pun harus ingat bahwa pasanganmu, suami atau istrimu, bukanlah kepunyaanmu. Tuhan berkata bahwa dua pribadi menjadi satu dalam pernikahan, namun itu bukan berarti dia akan menjadi milikmu. Seseorang yang selama ini engkau sebut: kekasihmu, belahan jiwamu, separuh nafasmu, tulang rusukmu…tidak akan ada selamanya untukmu. Allah telah memberikan waktu cukup banyak untukmu berbagi hidup dengannya, tapi kamu tidak boleh lupa bahwa saat kekasihmu ditenun dalam kandungan ibunya, Tuhan yang bersama dengan dia, bukan kamu! Tuhan-lah yang menciptakan dia, Tuhan-lah yang memiliki dia, dan karenanya kapanpun Tuhan membuat ‘tanggal jatuh tempo’ alias deadline, saat itulah kamu mesti merelakan belahan jiwamu itu kembali kepada Dia.

Kamu mungkin mencintai pekerjaanmu, tapi tidak selamanya kamu akan menggenggam erat itu. Orang lain, entah kapan, bisa datang menggantikanmu. Bukankah kamu memang lahir ke dunia ini dengan telanjang, tanpa membawa apa-apa? Tidak ada satupun yang pantas kamu pegang erat-erat dan kamu klaim menjadi milikmu, karena bahkan sehela nafas yang kamu hembuspun bukan milikmu.

Kembalikanlah semua yang pernah Tuhan pinjamkan atau titipkan kepadamu. Bersyukurlah karena Tuhan begitu murah hati, karena Dia sudah memberikan kesempatan kepadamu untuk menikmati itu semua!



#3 Kamu berpisah karena Tuhan sedang menyelamatkanmu dari bencana yang akan datang.

Kamu tidak akan pernah tahu betapa bersyukurnya dirimu berpisah dengan mantan pacarmu, sebelum kamu tahu bahwa ada orang lain yang lebih baik darinya kini sedang berdiri di altar untuk mengucapkan janji nikah di hadapanmu.

Padahal, dulu kamu begitu memujanya. Kamu memperkenalkan pacarmu kepada hampir seisi dunia: kepada teman-temanmu, kepada ayah-ibumu kakak-adikmu dan tak lupa juga kepada binatang peliharaanmu, bahkan kepada manusia seantero jagad yang tak kamu kenal di dunia maya. Kamu memajang setiap foto kebersamaanmu di timeline Twitter dan Instagram. Kamu menyimpan foto itu bukan hanya di dompet, tapi juga di bawah bantal (yang kamu ciumi setiap malam sebelum tidur?)

Dulu, kamu Pin dan Like hampir semua foto gaun pengantin di Pinterest sambil berkhayal, “Baju inilah yang akan aku kenakan saat menikah dengannya!” Kamu memperhatikan model cincin paling unik dan cantik yang kamu yakin akan kamu kenakan di usiamu yang ke-25 dan hanya akan kamu lepaskan dari jarimu setelah maut memisahkan kalian berdua. Kamu telah mengimajinasikan semuanya yang kamu bisa!

Namun, kenyataan bahwa pacarmu akhirnya lebih memilih menjalin kasih dengan wanita lain, sama sekali tidak ada dalam daftar imajinasimu. Kamu lupa bahwa pacarmu yang sudah pernah berkata “I Love You” sebanyak 4.326 kali dalam tiga tahun masa pacaran kalian, adalah sesosok makhluk yang punya KEHENDAK BEBAS. Meskipun di mulut dia berkata “Kamulah satu-satunya”, di dalam hati dia justru berkata, “OMG, wanita ini bukanlah yang aku mau.” Memang sudah ratusan kali kamu bertemu dengan pria brengsek seperti demikian, tapi entah kenapa kamu selama ini begitu yakin bahwa pacarmu bukan termasuk dalam kumpulan pria-pria itu! Dan, kamu akhirnya sadar bahwa kamu telah salah membuat penilaian!

Kamu merasa tertipu. Kamu bertanya-tanya dalam hati, “Apakah aku tidak pantas berdampingan dengan pria baik-baik di pelaminan? Mengapa aku justru bertemu dengan pria yang salah saat aku yakin aku telah menjadi wanita yang benar!”

Kamu tidak akan menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu, karena yang perlu kamu lakukan hanyalah: berterimakasih karena Allah telah membuang orang yang bisa menghancurkan hidupmu di masa depan. Tak jadi menikah dengan pangeranmu itu? Bersyukurlah, karena setelah hari pernikahan pria seperti itu akan melepaskan seragam kebesaran pangerannya dan menunjukkan jatidiri yang sebenarnya, yakni monster! Bukankah lebih baik menangis satu ember hari ini daripada menangis satu samudera di sepanjang sisa hidupmu, karena kamu menikahi orang yang salah?

Yang perlu kamu lakukan sekarang adalah move on. Jangan sampai kesempatan berikutnya datang ketika kamu masih sibuk menyeka air matamu. Segera bangkit, berdiri tegak, dan tunggu kedatangan si Mr. Right setelah kamu membuang si Mr. Wrong!




Harus selalu ada hal BAIK yang dikorbankan demi mendapatkan yang TERBAIK. Untuk alasan itulah, beberapa perpisahan perlu dirayakan. Dan seringkali perpisahan semacam itu hanya bisa dilalui oleh orang yang visioner, tangguh, dan percaya kepada kuasa Sang Khalik. Penulis harap Anda adalah salah satunya. –yk

You Might Also Like

2 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest