Bhinneka Tunggal Ika, Apa Kabar?
4:43:00 pm
Dorongan untuk
menulis topik yang satu ini, lebih disebabkan karena suara-suara itu terlalu
banyak—berputar dan mengendap di kepala gw—hanya membuat gw sakit kepala.
Yah, semoga ini
tulisan terakhir gw tentang Ahok.
Gw ngga paham
politik dan segala persekongkolan antek aseng-asing-asung... yang gw pahami
cuma bagaimana rasanya putus dari pacar yang kita sayangi.
Dan perasaan yang
sama itu hinggap di lubuk jiwa gw beberapa bulan lalu, ketika serentetan situs
berita online mewartakan Ahok kalah dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017.
Kalau Ahok kalah
tapi yang menang adalah, misalnya, Ridwan Kamil atau Tri Rismaharini, itu bukan
masalah besar. Planet bumi akan tetap bulat dan matahari masih akan terbit dari
timur.
Tapi yang menang
di pilkada DKI adalah si Anies – Sandi, duo manusia yang kapabilitasnya patut
dipertanyakan!
Mengutip omongan
netijen, “Mereka bisa menang cuma karena ayat dan mayat.” (Senyum aja kalau lo
paham).
Gw mendadak sujud
syukur karena gw bukan warga DKI.
Membaca timeline
yang penuh dengan berita kemenangan Anies itu, gw KZL. Katanya Bhinneka Tunggal
Ika, tapi warga di Ibukota negara ini masih percaya bahwa “kita harus memilih
pemimpin yang seiman”... PRETT lah!
Lagian alesan
munafik mana lagi sih, yang bikin elo hanya mau milih pemimpin seiman? Kalau misalkan
gw jadi pemilik perusahaan, gw lebih milih karyawan atheis yang bisa kerja
daripada yang Kristen tapi goblok.
Banyak alasan
yang mengemuka soal kenapa Ahok kalah padahal tingkat kepuasan publik mencapai
70 persen. Ada yang bilang: kekalahan Ahok justru bagus supaya majelis hakim
kasus penistaan agama ngga tertekan dengan amukan massa. Ada yang bilang:
sebenarnya warga DKI pengen milih Ahok tapi apa daya mereka (kelompok agama
tertentu) diancem jenazahnya ngga bakal disolatin lah, atau, karena ada
kecurangan dari pihak Anies Sandi.
Ada yang lebih
menyejukkan: katanya dengan kekalahan Ahok di pilkada, ia jadi punya kesempatan
untuk menduduki jabatan lain seperti jadi Mendagri atau Ketua KPK.
Tapi kalian perlu
tahu, perasaan ketika mendengar si Ahok kalah dari lawan yang jelas-jelas ngga
level sama dia, rasanya tuh persis seperti ketika putus dengan pacar yang
disayangi karena dia memilih perempuan lain.
Waktu itu, pengen
nangis tapi.. tapi.. setelah dipikir-pikir apa gunanya juga nangis? Dengan
nangis sebaskom, apakah gw bisa membuat Ahok jadi juara pilkada. Ahh, harusnya
juga gw ngga ambil pusing soal Ahok menang atau kalah, karena gw bukan warga
Jakarta. Tapi ini menjadi isu penting dalam pribadi gw karena “dia dan gw
sama-sama kafir, dan ketika ada kafir mau berkarya buat kemajuan bangsa dengan
niat hati yang tulus, tentunya harus gw dukung dong!”
Tapi kemudian
tangisan itu tidak pernah gw tuangkan. Setelah memikirkan bahwa Ahok sepertinya
sudah lumayan lelah jadi gubernur 5 tahun dan pusing begadang demi mengurus Jakarta,
ada baiknya doi istirahat dulu lah, sekitar 6 bulan atau 1 tahun. Biarkan Ahok
liburan dulu dengan keluarganya setelah dia lengser Oktober 2017 nanti.
Gw ngga putus
harapan. Suatu kali Ahok pasti kembali menempati posisi di negeri ini, di
tempat yang lebih baik dan lebih tinggi.
Sungguh sebuah
doa yang melegakan; persis seperti doa ketika mengharapkan pacar yang gw
sayangi akan kembali lagi dan dia akan menjadi pribadi yang lebih baik.
Tapi, Tuhan
rupanya tidak ingin bisa diprediksi.
Ketika seantero
Indonesia (bahkan dunia juga) sibuk mengawal sidang Ahok hari ini (tepatnya
pagi tadi), dan massa pro Ahok yakin doi bakal dibebaskan oleh majelis hakim,
kenyataan justru berkata lain.
(PS. Ahok dihukum
2 tahun penjara. Dan haters mulai sebarin tagar Salam2Taun plesetan dari Salam2Jari)
Sebuah kenyataan
yang membuat gw marah, tapi ngga tau mesti kepada siapa.
Mau marah sama
kelompok ekstrimis agama sebelah, kayaknya buang-buang energi gw. Jelas-jelas
anak kelas 3 SD ngga bisa dicekokin ilmu untuk kelas 3 SMP. Otaknya bisa
ngebul.
Mau marah sama
majelis hakim, ngga tepat sasaran juga. Mereka kan cuma kerja. Terus tanggung
jawab mereka juga di hadapan Tuhan. Udah deh, hidup mereka mah udah cukup
berat.
Mau marah sama Jokowi
yang “diem aja”, ngga ngaruh juga. Presiden kan kerjaannya banyak, masa cuman
seorang Ahok aja yang dia urusin. Mikir!
Huft. Ternyata
perasaan marah itu salah. Gw sebenarnya merasa sedih.
Sedih, karena
bangsa yang menjadi kewarganegaraan gw sejak 27 tahun silam ini, adalah bangsa
yang masih gampang diperdaya (mungkinkah karena kurang pengetahuan yang
disebabkan mahalnya kuota internet untuk mencari informasi di Google?)
Sedih, karena
media-media asing kelas atas sampai tau loh, mengenai ‘Seorang Gubernur Kristen
yang Terbukti Bersalah Menodakan Agama Muslim’ (psst, di negara Islam terbesar
di dunia lagi!). Ini kan memalukan. Warga Bumi bakal berpikir: “Hey, bukannya
negara di Asia Tenggara ini pengen maju, tapi kok menghadapi orang beda
suku-agama-ras malah belagu.”
Sedih, karena
sebagai sesama kafir, gw tahu Ahok (dan kita semua, sesungguhnya) ngga boleh dendam,
ngga boleh membalas, dan justru harus memberkati musuh.
(Udah jelas,
ngelakuin firman Tuhan itu susah mampus. Mustahil kalau ngga disertai Roh
Kudus).
Tapi setelah
melihat ekspresi Ahok yang kalem-malah-cenderung-nyengir saat doi mau masuk ke
tahanan, gw jadi mikir ”Ini si Ahok yang dipenjara aja santai, napa
pendukungnya mesti heboh, ya!?”
Gw ngga kenal
Ahok dan ngga paham apa artinya senyuman doi yang kini menghiasi timeline
Twitter (bahkan topik Ahok jadi TTWW #1), tapi ketabahan serta ketegaran dia harusnya
membuat kita menjadi berharap: bahwa Tuhan punya rencana indah untuk Ahok dan
negeri ini.
Oke.
Ini klise.
Klise sangat.
Pernyataan bahwa “Tuhan
punya rencana” saat setiap hal buruk terjadi sepertinya hanyalah ungkapan
positif yang diulang-ulang guna menghibur hati.
Tapi kalo emang
itu kenyataannya, mau gimana lagi?
Kita kan ngga
tahu, karya apa yang akan Ahok buat di balik jeruji besi, di tengah-tengah para
napi yang mungkin butuh untuk ditemani oleh sosok seperti ini.
Kita kan belum
liat, seberapa cemerlangnya Ahok ini. Kalau belum dibawa ke tengah lumpur,
diinjak, dan diludahi, kita belum bisa yakin bahwa dia adalah berlian sejati.
Dan, kita kan
belum paham, strategi apa yang Tuhan sedang susun dari tahta surgawi-Nya,
sambil memandang suatu negara kepulauan yang Ia cintai.
Udah lah, kalau
Ahok-nya sendiri selow di Cipinang, ngapain kita-nya ribut?
“Dulu di Indonesia pernah hidup seorang negarawan dari kalangan minoritas
yang pernah dipenjara atas kesalahan yang nggak dia lakukan. Tapi dia ngga
takut, dia bahkan siap mati demi kebenaran. Namanya Ahok. Orang-orang berusaha
membungkam dia dengan mengirimnya ke penjara, tapi dia tetap tegar. Dulu sih,
dia terkenal dengan sebutan cina kafir. Sekarang kita sebut dia pahlawan, ya.”
0 komentar