FILOSOFI HAMIL

1:03:00 am



Filosofi hamil yang pertama kali kudengar--anehnya--datang dari orang yang belum punya keturunan, belum pernah mengandung, dan... adalah seorang pria! 

Ini semua diawali dari project di tempatku bekerja sekian tahun lalu. Tidak berlebihan menyebutnya mega-project, sebab tim yang dilibatkan puluhan orang jumlahnya. Bintang tamunya juga bukan public figure sembarangan--salah seorangnya merupakan pesohor yang pernah masuk penjara dan, bahkan jika ia tak pernah masuk penjara pun, hidupnya sehari-hari penuh kontroversi. 

Project ini melibatkan staff dari multi-divisi. Temanku, sebut saja Carlo, didapuk menjadi project manager dari event maha-menguras-tenaga ini. Suatu hari telepon mejaku berdering, dan setelah menyadari aku sendiri yang berbicara, suara di ujung telepon itu berkata: "Lo bantuin gw ya buat project ini." 

Suara Carlo. Aku tidak perlu memperlebar topik ini dengan pertanyaan umpan lambung seperti "Kok gue sih. Kenapa bukan yang lain? Kenapa bukan si Betty yang taun lalu pernah ngurusin ini?"

Carlo dan aku sama-sama tahu: kita satu frekuensi. Di server yang sama. Kita dua orang yang berbeda dalam banyak hal, tapi sebelumnya pernah bekerja dalam beberapa mini-project. Aku cukup tau ritmenya, flow kerjanya, dan remeh-temeh tentangnya. Jadilah aku sebagai tangan kanan Carlo. 

Seperti yang kubilang tadi, project ini menguras energi dan keringat. Persiapannya yang tidak sampai 3 bulan membuat segenap kru ke-te-ter-an! Menjelang finalisasi, kami begadang di kantor. Jam makan teratur? Pulang tenggo? Apa itu?! Kami semua seperti zombie. Weekend sama dengan Senin. Revisi demi revisi, pengajuan demi pengajuan. 

Aku ingat betul ketika kami baru menyelesaikan sebuah deadline sampai hampir tengah malam. Kami kelaparan, seriusan. Carlo mengajak kami berlima (tim inti) makan di kedai McD yang buka 24 jam. Begitulah, kami mengunyah burger di mobil Carlo pada pukul 1 dini hari, sementara pukul 8 pagi nanti sudah ngantor lagi. 

Namun di tengah keriweuhan project ini lah Carlo mengajarkanku filosofi hamil. Sebagai orang yang juga malang melintang di event/wedding organizer, Carlo percaya bahwa project rancangan kita tidak ada bedanya dengan bayi dalam kandungan. 

Apa yang ada di pikiran & perasaan seorang perempuan ketika ia hamil? 

Apakah bayiku dalam keadaan terpenuhi gizinya? Tadi aku makan wortel, apakah dia senang? Ahh, barusan aku makan sambel, bagaimana kondisinya sekarang? 

Tadi aku terpeleset, astaga! Apakah dia selamat di dalam sini? Apakah dia terluka? 

Sebentar lagi dia muncul ke dunia, apakah aku sudah menyiapkan kamar yang tepat untuknya? Ranjang buat dia, apakah empuk dan kondusif? Bagaimana saat dia mandi nanti? Terkait mengganti popok, apakah aku sudah berlatih dengan benar? Jangan sampai dia terluka, kena gesekan pun jangan. Oh bayiku yang malang! 

Bahkan jika tengah malam tiba, pikiran-pikiran itu tetap berkecamuk. Sembilan bulan di dalam perutmu, sembilan bulan pula kau bolak-balik merenungi keadaan bayimu!

Filosofi Hamil ala Carlo: "Kalo lo mempersiapkan project itu bayangkan lo sedang hamil. Tetek bengeknya lo pikirin. Ga boleh salah perhitungan, ga boleh kecolongan. Hari demi hari kandungan lo makin besar. It means, project itu makin menampakkan bentuk dan rupanya. Lo deg-degan. Lo ngga sabar seperti apa hasilnya di hari-H. Sama seperti ibu yang ngga sabar melahirkan bayinya setelah sembilan bulan..."

Wagelaseh... si Carlo tumbenan, bijak banget dia hari itu. Terlepas dari perilakunya yang suka tengil, apa yang waktu itu Carlo jelasin bener-bener tertanam di otak gw hingga sekarang. Kalau mau hasil yang excellent, anggaplah project/kerjaan/usaha yang sedang kamu tekuni seperti anakmu. Entah itu hasil kehamilanmu sendiri, atau adopsi. (Adopsi berarti ada orang lain sebelum kamu yang sudah merintisnya duluan, dan kamu sekarang memelihara/mengasuhnya agar nutrisinya terjaga, bahkan kian hari kian membaik).

Terima kasih, Carlo!



----

You Might Also Like

1 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest