NULL

11:14:00 am

Aku membaca ini tadi pagi: Jika kamu sedang takut, jadilah sedih. Ketika sedih, kamu tidak akan lagi merasa takut. Menarik, dan mungkin ada benarnya. Bayangkan kamu sedang melewati tanah kuburan pukul 23.55 WIB seorang diri, dan kesedihan tumpah meluap karena kamu baru saja diputusin kekasihmu yang sebenarnya tidak pernah menganggapmu ada. Maka, imajinasi akan hadirnya makhluk alam gaib mungkin jadi tidak relevan. Kamu terlarut dengan untaian air mata nestapa, dan seandainya ada pocong atau kuntilanak muncul mungkin kamu malah bersimpati pada suratan takdir mereka. Alih-alih merasa ketakutan, hadir segenap rasa iba dalam dirimu akan para hantu yang tidak memiliki tujuan hidup mati yang pasti. Kamu nelangsa ditinggal kekasih, dan setan itu berduka karena eksistensinya selalu digusur. Selamat, kalian memiliki kesamaan nasib--tautan emosi kini semakin erat.

Hal yang berbeda namun agak sama juga sudah pernah kudengar: Jika kamu berolahraga, kamu tidak mungkin bersedih. Benar juga sih. Tidak pernah ada kulihat pelari marathon menangis. Jikapun ada alasan untuk menangis--misalnya, kucingnya baru ditabrak delman--maka akan sangat sulit baginya menangis saat berolahraga. Sudah terlalu sibuk mengatur napas dan mengayunkan kaki, berjuang dengan helaan paru-paru dan hampir semaput. Kesedihan dalam bentuk apapun sudah tidak relevan lagi.


Photo by Yuriy Vertikov on Unsplash

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest