Alarm yang Konslet

1:25:00 pm


Huah. Nulis apa lagi yaa di masa karantina yang belum jelas kapan ujungnya ini. Gw kayaknya lagi pengen bahas topik tentang kompromi. Kalian sadar ngga sih, kita menjadi diri kita saat ini karena hal-hal yang terjadi secara gradual (sedikit demi sedikit), dan jarang yang all at once (sekaligus/serentak)?!

Contohnya, waktu pertama kali kamu nyontek di sekolah. Hayo ngaku, apakah dalam debut nyontek tersebut kamu ngomong, "Dalam nama Yesus, aku akan menyontek, amin!" Siapa yang kayak gitu?

Yang ada justru kamu grogi, keringet dingin, dan tengok kanan-kiri. Kenapa? Karena ada sebuah alarm yang memperingatkan hati nurani kamu. Kamu bukan hanya takut ketahuan guru atau teman lainnya--tapi kamu juga takut untuk melakukannya (meskipun ada probabilitas kamu tidak akan ketahuan). Ini hal baru bagi kamu, dan meskipun kamu masih kecil (katakanlah masih kelas 4 SD), kamu sudah memiliki mekanisme peringatan tentang mana yang benar & salah. Barangkali kamu tumbuh dalam pengajaran agama yang cukup kuat, atau diberi makan pendidikan moral sejak dini oleh orangtuamu. 

Tapi ngga semua anak punya alarm di usia segitu. Ada anak yang terbiasa mencuri sejak kecil. Yaa, dengan kepolosan dan kelucuannya, anak-anak itu mengelabui pemilik toko. Mereka datang setiap hari untuk mengambil satu atau dua barang--entah itu snack, permen, atau titipan dari orang rumahnya seperti shampoo sachet. Actually, ini adalah adegan dalam film Shoplifters. Anak-anak itu diajari bahwa mencuri tidak salah sebab pedagang toko itu sudah kaya, dan mencuri satu-dua barang tidak akan membuat dia jatuh miskin. Sekali lagi, ketika manusia dengan kecerdikan literasinya malah mempermainkan perkataan, maka dia bisa mengubah kriminalisasi menjadi normalisasi. Kata-kata masih punya sihir untuk memutarbalikkan persepsi. 

Apa yang terjadi dengan alarm anak itu? Kalau ketegangan kamu saat mencontek adalah tanda bahwa alarm nuranimu berfungsi dengan bagus, maka anak dalam film Shoplifters justru memiliki alarm yang rusak. Perusaknya, yaa siapa lagi kalau bukan orangtua/wali yang mengasuhnya. 

Alarm peringatan pertama sebaiknya tidak diabaikan, karena hatimu bisa tersiksa. Bayangkan jika alarm telah berbunyi kencang di degup jantungmu, namun kamu mengabaikannya, apa yang terjadi kemudian? Sudah bisa ditebak lah! Kamu akan menyontek lagi kali kedua, kali ketiga, hingga tak terhingga. Terutama ketika aksi perdanamu tidak ketahuan oleh siapa-siapa di kelas itu. Wow. Sebuah prestasi telah tercipta. Pencapaian yang patut dirayakan. Ternyata mendapat nilai bagus tidak perlu usaha keras. Siapkan contekan dengan tulisan berukuran kecil, pikirkan strategi agar kamu bisa menyembunyikannya dengan rapi, dan...ranking tiga besar bukanlah hal yang sulit dikejar. 

Semua dimulai dari alarm yang diabaikan. Tinutinutinu, begitu bunyinya.. tapi kamu membantingnya supaya diam. Kamu terlalu terpukau dengan kehebatanmu sehingga enggan untuk memperbaiki alarm rusak tersebut. Menurut gw ini mengerikan buat diri lo sendiri. Iya, yang paling rugi ya elo, bukan orang lain di sekitar lo. 

Bayangin kalau kita lagi makan all you can eat, let's say dimsum. Gw suka banget dimsum--hakau, hisit kau, shumai, ceker angsio... dicocol dengan chili hot oil... itu enak banget sumpah. Karena harganya ngga terlalu mahal, gw bisa merasakan lezatnya dimsum berkali-kali. Tiba-tiba setelah menghabiskan 4 bakul kukusan, perut gw semakin maju. Kenyang banget bro ya ampuuuun. Tapi namanya juga all you can eat, sayang dong kalau baru segini aja gw nyerah. 


Gw telah mengabaikan alarm perut yang ngasi peringatan untuk berhenti ngunyah. Dengan nalar sederhana, gw menimbang-nimbang bahwa kalau gw berhenti makan sekarang maka gw rugi secara finansial. Gw akhirnya lanjut mesen lagi, nelan satu-persatu lagi, dan... akhirnya mati rasa. Mau muntah aja. 

Alarm ngga selalu sama dering (ringtone)-nya. Apapun yang mengusik ketenangan batin kita, menurut gw udah termasuk alarm. Bagi beberapa orang alarm itu bisa berupa tepokan di bahu, atau bisikan yang lembut. Kadang melalui seseorang yang menegur dengan keras, itulah alarm yang mampu kita rasakan. Alarm bisa berbunyi saat kita di tempat ramai, atau ketika sedang sendirian di kamar. Dan ketika kita paling tidak mengharapkan kemunculannya, saat itulah alarm biasanya berbunyi. Intinya, Tuhan itu baik, dan alarm itu ada untuk membangunkan kita dari nina bobo rayuan kompromi.

Kalau kamu punya rumah mewah dengan mobil 4 buah di garasinya, wajar dong kalau kamu punya alarm di beberapa titik di rumahmu? Kalau suatu kali ada satu saja alarm yang rusak, wajar dong kalau kamu kelabakan menelepon tukang servis sana-sini, mendesak agar mereka segera datang dan benerin? 

Terus kalau alarm nurani kamu rusak, seberapa paniknya kamu? Jika mesin dan sekrup di dalemnya sudah berkarat, seberapa besar niatmu untuk cari sparepart baru, keluarkan ongkos lebih, dan segera memperbaiki?

---

First Photo by Arash Asghari on Unsplash
Second Photo by Van Thanh on Unsplash

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest