Books I've Read (Apr - Aug 2017)
12:53:00 am
Pada bulan April 2017 atau sekitar empat bulan yang lalu aku mulai bertekad
mengurangi pemakaian Instagram secara drastis, dan sebagai gantinya aku
menghabiskan waktuku untuk membaca buku-buku. (Baca “Kekekalan
Energi”)
Apakah itu berarti aku benar-benar kabur dari drama-drama Instagram?
Tidak juga. Aku masih mengakses Instagram melalui mobile browser selama
beberapa menit sehari.
Apabila aku ingin mengunggah sejumlah foto yang (menurutku) bermakna maka
aku bisa melakukannya melalui Instagram mobile browser. Ini adalah fasilitas
yang baru-baru ini diluncurkan.
Keterbatasan fitur di Instagram mobile browser justru memberi faedah
bagiku. Aku tidak perlu (dan memang tidak bisa) membuat Instastory-Instastory
bodohku lagi. Aku tidak mengatakan bahwa membuat Instastory adalah perbuatan
bodoh, namun Instastory yang selama ini kubuat adalah kebodohan (dan ini baru
kusadari belakangan).
Tidak ada kecanduan yang baik. Kecanduan terhadap social media mungkin
terlihat lebih layak ditoleransi daripada kecanduan narkoba, Tapi kecanduan
identik dengan pengekangan. Kalau kamu hidup bebas, kamu seharusnya tidak
terikat (secara tidak wajar) dengan apapun.
Baiklah, kembali ke topik semula. Setelah mengurangi dosis penggunaan Instagram,
aku mulai membeli banyak buku. Aku menemukan sebuah situs yang menjual
buku-buku bekas dengan kondisi bagus (bahkan beberapa buku dijual dalam kondisi
baru, tersegel rapi) dengan harga yang sangat miring. Buku paling mahal yang
pernah kubeli hanya Rp 40.000! Aku mendapatkan akses langsung ke pemilik situs
tersebut. Setiap beberapa kali sebulan dia rajin memberikan update buku-buku
yang bisa dibeli, melalui WhatsApp. Aku juga berkunjung ke pameran buku murah,
dimana kita bisa menemukan ribuan buku bertebaran di lantai bagaikan kacang
rebus.
Aku senang mendapatkan buku-buku dengan harga murah. Semurah-murahnya harga
buku, jika itu merupakan buku berkualitas, kamu akan menganggapnya harta.
Kali ini aku akan meresensi singkat buku-buku apa saja yang sudah kubaca
sejauh ini.
1. Got Issues Much? Celebrities
Share Their Traumas and Triumphs (Randi Reisfeld & Marie Morreale)
Ini buku bahasa Inggris pertama yang pernah kubaca. Dari sini aku tahu
bahwa selebritis juga punya masalah yang dimiliki ‘manusia normal’. Aktris
Christina Ricci di-bully karena bertubuh gendut. Kate Winslet pernah disebut ‘bayi
paus’ karena ukuran badannya yang jumbo. Personil Backstreet Boys Nick Carter
kurang bisa bersosialisasi meskipun ketenaran adalah nama tengahnya.
2. The Jokowi Secrets (Agus
Santoso)
Aku sudah mengagumi Jokowi sebelum buku ini dibuat, bahkan sebelum dia
terpilih menjadi presiden. Dalam buku ini terungkap sejumlah ide-ide brilian Jokowi,
termasuk ‘diplomasi di meja makan.’ Banyak urusan terselesaikan ketika perut sudah
kenyang. Kamu pasti setuju, kan?
Kutipan andalan: “Tidak ada sesuatu yang luar biasa yang saya buat, saya
hanya melakukan yang semestinya memang harus dilakukan.” -Jokowi
3. Sherlock Holmes versus Si
Kaki Kayu / The Sign of Four (Sir Arthur Conan Doyle)
Aku tidak mengenal Detektif Holmes (lagipula dia bukanlah makhluk hidup)
namun aku jatuh cinta dengan jalan pikirannya. “Aku membenci rutinitas yang
membosankan. Aku sangat membutuhkan rangsangan mental. Itulah sebabnya aku
memilih profesi ini—atau lebih tepat menciptakannya—karena aku satu-satunya di
dunia.”
Dalam buku ini kamu akan diajak berkeliling ke Pulau Andaman. Dr. Watson,
rekan kerja Holmes, juga bertemu dengan calon istrinya untuk pertama kalinya.
Oya, aku lupa dari novel yang mana aku pernah membaca kutipan ini, tetapi
inilah kutipan Holmes yang paling kusukai: “Jangan terbuai dengan pujian.
Pujian akan menurunkan kualitas pekerjaan kita.”
4. Sherlock Holmes dan Anjing
Iblis dari Baskerville (Sir Arthur Conan Doyle)
Aku membaca novel ini di kereta api, dan padang Dartmoor (yang menjadi setting
kasus Holmes kali ini) seakan-akan berada di samping kanan-kiri jendela kereta.
Warnanya kan sama-sama hijau! Ini adalah novel Holmes favoritku!
5. The Game of Passion: Kisah
Cinta Sherlock Holmes & Irene Adler (Sir Arthur Conan Doyle)
Detektif se-kaku Holmes juga bisa jatuh hati, rupanya. Tapi Holmes dan
Adler tidak pernah bersatu. Novel ini menceritakan beberapa kasus yang
dikerjakan bersama oleh mereka. Hei, perempuan macam apa memangnya yang bisa
menaklukkan Holmes?
6. Strategi dari Tiga Kerajaan
(Dai Shiyan, Yao Hui)
Pernah nonton Three Kingdoms? Aku belum pernah, dan bukan penikmat film-film
kepahlawanan seperti itu. Buku komik ini menceritakan sejumlah strategi yang
digunakan dalam karya fiksi Tiongkok ini. Setelah aku selesai membacanya, aku
menyadari ada beberapa strategi yang cocok digunakan dalam dunia kerja. Hmm...
7. Gie dan Surat-surat yang
Tersembunyi (Tempo)
Inget Soe Hok Gie = inget Nicholas Saputra. Lagi-lagi aku belum pernah
menyaksikan filmnya. Aku punya ketertarikan yang sangat minim dengan film-film.
Tetapi akhirnya aku mengenal sosok dan karya Gie melalui buku saku ini.
Kutipan andalan: “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.”
8. Biarkan Kereta Itu Lewat,
Arini (Mira W.)
Sebagai remaja yang besar di era F4 dan Amigos X Siempre, aku gemar membaca
karya-karya Mira W (apa hubungannya sih??). Cara Mira bertutur kata itu sangat
mudah dimengerti. Kisah yang dia angkat hampir semuanya tentang problem-problem
menjadi wanita. Wanita di dunia kerja, wanita dalam menjadi istri dan ibu yang
baik, wanita dalam menghadapi dilema seksual, wanita dalam menjalani masa
lajang. Novel Mira W kali ini mengangkat kisah Arini, yang menikah dengan pria
yang jauuuh lebih muda darinya. Bukannya tampak seperti suami-istri, pasangan
ini kerap dikira sebagai ibu-anak. Waduh. Belum lagi ulah sang suami yang
selalu urakan dan kekanak-kanakan, begitu tidak sepadan dengan kedewasaan dan
ketenangan Arini yang berprofesi sebagai direktur. Mana bisa tahan punya suami
model begitu?
9. Relung-relung Gelap Hati
Sisi (Mira W.)
Novel jadul (dengan kertas cokelat dan bintik-bintik kuning) yang kubaca di
kereta api. Kisah ini mengangkat ironi Sisi, seorang wanita tulen yang mau tak
mau harus mengorbankan kehormatannya karena dilema seksual yang dia hadapi. Aku
baru tahu bahwa lesbian sudah marak dibicarakan di tahun 1983.
10. Charlie, Si Jenius Dungu (Daniel
Keyes)
Ini adalah karya Daniel Keyes pertama yang kubaca, dan aku tidak heran
mengapa novel ini meraih Hugo Award dan Nebula Award. Kisah ini berada di atas
standar literatur fiksi dunia. Bagaimana mungkin orang yang terlahir dengan IQ
68 berubah menjadi ilmuwan cerdas? Tapi itu mungkin, dan sayangnya, Charlie
justru menyesal menjadi orang jenius. Dia ingin kembali menjadi idiot,
bagaimanapun caranya!
Kutipan andalan: “Aku tahu bahwa tidak seharusnya orang mengetahui sesuatu
lebih dari yang diberikan kepadanya oleh Tuhan. Buah itu terlarang bagi manusia.”
11. San Pek Eng Tay: Romantika
Emansipasi Seorang Perempuan (Oey Kim Tiang & Achmad Setiawan)
Banyak versi dari cerita rakyat asal Tiongkok ini, tetapi kurasa aku
beruntung karena yang ini merupakan versi yang ‘tidak murahan’ (seperti yang
kerap ditampilkan dalam drama, opera, lenong, dsb). Eng Tay bukanlah wanita
yang cengeng mengejar cintanya, si San Pek. Kisah keduanya diawali dari
perjuangan menuntut ilmu di sekolah. Di masa itu, mana boleh perempuan pergi
bersekolah? Tapi dengan semangat baja (dan kenekadan) Eng Tay pun menyamar
menjadi pria dan pergi menuntut ilmu di sekolah khusus pria. Buat kamu yang
belum pernah membacanya, siap-siap sedia tissue karena ending-nya sangat mengguncang
jiwa. (oke ini lebay, sih).
Kutipan andalan: “Bagaimana mungkin, karena aku hendak belajar ke Hang-ciu,
aku dikatakan tidak berbakti, padahal keinginanku justru ingin mewujudkan rasa
bakti yang paling besar. Kalau nanti telah kuperoleh kepandaian, aku berharap
dapat melakukan sesuatu untuk negara! Bukaankah itu juga harapan Papa?” –Eng Tay
12. A Kinsey Millhone Novel: C
is for Corpse (Sue Grafton)
Novel ini unik karena dibuat dalam versi A, B, C, dan begitu seterusnya. A
is for Alibi, B is for Burglar. Dari judulnya pasti kamu sudah bisa menebak
bahwa ini novel detektif. Kinsey adalah detektif wanita yang kali ini harus
menguraikan benang kusut kasus Bobby, pria yang beberapa kali mendapatkan teror
pembunuhan. Berniat melindungi Bobby dari segala ancaman, Kinsey justru mesti
berhadapan dengan matinya Bobby. Meskipun kliennya sudah tiada, Kinsey dengan
tekun menuntaskan kasusnya. Sungguh menegangkan mengikuti petualangan investigasi Kinsey!
13. Tragedi Ritual Keluarga
Musgrave (Sir Arthur Conan Doyle)
Kasus Holmes yang singkat kali ini terjadi di Istana Hurlstone. Aku selalu
suka dengan gaya bercerita Sir Arthur yang bisa membawa setiap pembacanya
terhisap ke zaman klasik dengan latar gedung-gedung kuno di perbukitan tengah hutan.
Aku seakan berjalan-jalan ke negeri yang belum pernah kukunjungi.
Kutipan andalan: “Pria jarang sekali menemukan kalau dia bakal kehilangan
cinta seorang wanita, bagaimanapun buruknya dia memperlakukan wanita tersebut.”
14. Mereka Bilang Aku China:
Jalan Mendaki Menjadi Bagian Bangsa (Dewi Anggraeni)
Tahukah kamu bahwa, ketika Susi Susanti berjuang merebut Uber Cup di
Hongkong pada tahun 1998, keluarganya di Indonesia malah menjadi salah satu
sasaran kerusuhan 11-14 Mei 1998. Tragis? Jelas. Tapi Susi bukan satu-satunya
orang Indonesia keturunan Tionghoa yang menjadi korban stereotip dan
diskriminasi. Ada Maria Sundah, Linda Christanty, Ester Indahyani Jusuf, dll.
Saat aku membaca buku ini pada suatu malam, ironisnya, siang harinya Ahok
baru saja dijebloskan ke penjara atas kasus penodaan agama. Sebagai sesama
keturunan Tionghoa, aku tidak bisa tidak menulis sesuatu tentang Ahok. (Baca di
sini
dan di sini
dan di sini)
15. Grown Up Digital: yang Muda
yang Mengubah Dunia (Don Tapscott)
Buku ini ditulis ketika Facebook masih baru diperkenalkan (dan belum banyak
yang menggunakannya, apalagi kaum alay). Aku bisa mengatakan penulis buku ini,
Don Tapscott, terlalu optimis. Baiklah, dia memang punya data, tetapi entah
kenapa aku merasa yakin bahwa tulisannya sudah tidak relevan dengan
perkembangan generasi millenial di jaman ini. Tetapi untuk menambah paradigma,
buku ini tidak jelek.
Aku adalah Generasi Internet, dan aku bangga Tapscott mau berjerih lelah
melakukan riset tentang kami dan menuangkannya lewat buku brilian ini.
16. Don’t Sweat the Small Stuff
In Love (Richard Carlson & Kristine Carlson)
Buku ini cocok bagi siapapun yang sudah menikah, tetapi aku yang belum
menikah juga mendapatkan banyak pemikiran dari sini, antara lain: “Kebanyakan
masalah dalam hubungan disebabkan oleh dirimu sendiri, bukan pasanganmu” dan “Perlakukanlah
pasanganmu sebagai manusia biasa”. Buku ini tidak membosankan, penuh dengan
contoh yang realistis dan berdasarkan kisah nyata si penulis (yang adalah suami
istri, tentunya). Berisi 100 kiat praktis yang bisa dibaca dengan kecepatan 10
menit/kiat.
Aku pernah menuliskan salah satu kiat di buku ini, dengan judul ‘Kesempatan
Untuk Mengungkapkan Cinta’.
17. Setan Angka: Sebuah
Petualangan Matematika (Hans Magnus Enzensberger)
Robert benci pada pelajaran Matematika. Sialnya, hampir setiap malam dalam
mimpinya dia dikunjungi oleh Setan Angka, makhluk berwajah jelek yang suka
memberi tebak-tebakan matematika. Sampai kapan penderitaanku berakhir? Tidak di
dunia nyata, tidak di alam mimpi... aku selalu berhadapan dengan angka!
Demikian keluhan Robert pada mulanya. Tapi lama-kelamaan kok dia malah demen
dengan keajaiban angka yang selalu diceritakan si Setan Angka?
Satu kata untuk menggambarkan buku ini: mengenyangkan.
Kutipan andalan: “Nol adalah angka terakhir yang diciptakan.”
18. Making Music Your Business:
Panduan Memasuki Bisnis Musik (David Ellefson)
Percayalah aku bukan musisi, hanya penikmat musik bajakan. Tetapi aku
sangat mengagumi dunia seni musik yang penuh dengan keajaiban. Ajaib, karena
musik menyentuh jiwa. Di satu sisi, musik juga sama seperti industri-industri
lainnya; diperlukan kerja keras, strategi, dan ketekunan untuk bisa sampai di
puncak. Aku suka mengintip bagaimana musisi ‘mencari nafkah’. Penulisnya, David
Ellefson, adalah pemain bas supergrup heavy metal Megadeth.
Kutipan andalan: “Jika ada orang bilang sukses itu telah digariskan atau
ditetapkan, sebaiknya kamu menjauh dan melindungi diri sendiri dari omong
kosong tak berguna ini. Jika kamu membayangkan seseorang akan mengetuk pintumu
suatu hari dan mengundangmu untuk menjadi kaya dan terkenal, sebaiknya kamu
berpikir dua kali.”
19. For Those About to Rock:
Peta Penting buat Band yang Pengen Sukses (Dave Bidini)
Aku menambah perbendaharaan pengetahuan akan musik dengan membaca buku ini.
Lucu, renyah, dan tidak bisa dilepaskan sejak genggaman pertama. Buku ini
berisi kisah super gokil dari Dave Bidini bersama band-nya Rheostatics.
Semenjak dia remaja sampai tua kini, rock n roll selalu menjadi bagian
hidupnya. Buku ini lebih dari sekedar inspiratif!
20. God is Good: Ia Lebih Baik
dari yang Anda Pikir (Bill Johnson)
Menariknya, buku rohani Kristen ini bukan dibeli oleh diriku sendiri. Ini
adalah pemberian dari seorang temanku yang beragama Muslim. Dia berharap aku
menjadi ‘umat Tuhan Yesus yang semakin saleh’, begitu pesannya ketika dia
menyodorkan buku ini di suatu pagi. So sweet!
Kutipan andalan: “Jika Universalisme itu benar, maka Alkitab tidak perlu
tebal, karena itu menjadi tak berarti di dunia di mana semua jalan menuju ke
tempat yang sama.”
21. Sisi Gelap Cinta (Mira W.)
Aku harus memberikan komentar jujurku: karya Mira W yang terbit sejak tahun
2015 mengalami penurunan kualitas dibandingkan karya-karyanya terdahulu.
Contohnya, novel ini. Jalan ceritanya terlalu singkat, konfliknya terlalu
sedikit, dan ini yang terpenting: karakter pemeran-pemerannya kurang dalam. Aku
merasa ada ketergesaan dalam pengerjaan novel ini.
Selain itu, pemilihan Gunung Kilimanjaro di Afrika sebagai latar tempat menurutku
sangat dipaksakan karena tidak relevan dengan inti dari cerita ini.
22. Mystery of Yellow Room (Gaston
Leroux)
Kebanyakan buku yang kutulis resensinya di sini, sudah selesai kubaca 2
atau 3 bulan sebelumnya. Jadi, wajar kalau aku lupa detil ceritanya. Tetapi,
aku mengingat rasanya. Mana yang ‘enak’, mana yang ‘hambar’, mana yang ‘kecut’,
dan mana yang ‘luar biasa lezat’.
Buku detektif ini tidak lebih menarik dari koleksi Sherlock Holmes dan
bahkan Kinsey Millhone, tetapi jelas lebih rumit dan menguras pikiran. Harus
diakui, karya fenomenal ini memiliki kelasnya tersendiri.
23. The Voices of Demons (Lori
Schiller & Amanda Bennett)
Ini buku yang baru saja kuselesaikan tadi siang. Aku menangis di setiap
babnya. Aku baru tersadar bahwa, jika bagiku hidup ini kadang membosankan, bagi
sebagian orang lainnya hidup ini mengerikan. Kamu bisa bayangkan hidup dengan
suara-suara iblis yang mengintimidasimu setiap detik? Suara-suara yang
memerintahkan agar kamu mati saja. Suara-suara yang mengingatkanmu akan segala
kesalahanmu, bahkan ketika kamu sedang tidur. Aku sih tidak mengerti seperti
apa rasanya, tetapi Lori Schiller dengan hebatnya menggambarkan secara gamblang kejamnya
siksaan skizofrenia. Ketika Lori berulangkali melakukan percobaan bunuh diri
karena dirinya sudah tidak sanggup lagi menahan penderitaan, aku tidak bisa
tidak mendukungnya (meskipun aku bersyukur bahwa dia selalu gagal bunuh diri).
Lori tidak layak mendapatkan duka dalam hidupnya yang singkat ini!
Kutipan andalan: Seluruh isi buku ini!
7 komentar
Wow.... keren bgt kamu mereview buku2nya dalam bbrp kalimat sampai membuat aku pgn baca juga
ReplyDeleteBoleh tau beli buku grown up digitalnya dimna? Lg perlu bgt. Makasih.
ReplyDeleteBoleh tau beli buku grown up digitalnya dimna? Lg perlu bgt. Terimakasih.
ReplyDeleteHalo, Riztiarty. Grown Up Digital saya beli dari aksiku.com. Kayaknya stoknya udah habis, itu buku lama soalnya. Saya rencana menjualnya, apakah berminat?
Deletehalo, saya baru lihat. saya sangat minat sekali. boleh minta no kontaknya?
Deletesaya susah sekali cari cari bukunya. di bandung kan?
Terima kasih Mbak Riztiary, sudah berbelanja. Semoga bukunya bermanfaat. Untuk teman-teman yang mau membeli beberapa buku yang saya review di sini, silakan kunjungi: https://id.carousell.com/jeanjosephine/
DeleteIni no wa saya 085322970970, hubungi secepatnya ya..hehehe Terimakasih.
ReplyDelete