I Know That Feeling

11:06:00 am

Kepada Seorang Ibu yang Kutemui di Angkot tadi pagi… 

Ibu, anak perempuan yang kaurangkul dengan erat itu, cantik sekali.

Kulitnya putih, rambutnya ikal dan agak sedikit pirang, dan matanya membelalak seakan penuh rasa penasaran dan daya khayal. Sementara itu, pipinya bagaikan bongkahan bantal yang kenyal.

Tapi putri Ibu, yang tidak kuketahui siapa namanya itu, tidak menyadari bahwa dia adalah seorang anak yang cantik. Dan ketidaksadarannya justru membuatnya semakin cantik.

Ibu, aku ingin membawa pulang anak Ibu. Tidak, aku tidak bermaksud menculiknya. Mungkin aku hanya ingin meminjamnya untuk beberapa jam saja. Karena putri Ibu sangat cantik, dan aku tidak bosan-bosan memandanginya sejak aku masuk ke dalam angkot tadi.

Ibu, apakah engkau merasa beruntung memiliki putri secantik dia? Aku ingin juga punya anak seperti anak Ibu, lho.

Sayangnya Ibu tidak bisa menangkap kekaguman yang kutunjukkan sejak tadi, sebab ada tetesan air yang menggantung di pelupuk matamu.

Aku tahu Ibu sedang berusaha menahan rasa sakit yang teramat sangat. Butiran demi butiran air terjatuh, namun engkau berusaha menyekanya berkali-kali. Mungkin Ibu malu, karena ini di tempat umum.

Atau mungkin Ibu sedang berusaha menyembunyikan kesedihan ini dari putri Ibu yang duduk di sampingmu. Mungkin engkau mencoba agar terlihat baik-baik saja di mata putri kecilmu. 

Tapi Bu, butiran air itu tak kunjung berhenti. Tujuh kali… sepuluh kali… engkau mencoba mengelap tetesan itu.

Dan si putri cantik itu…. dia terlalu kecil untuk memahami kejamnya dunia ini. 

Bola matanya yang besar menjelajah ke sana ke mari, memandangi orang yang lalu lalang; terpana dengan riuh rendahnya keramaian di sekitar.

Tapi dia tidak sempat menjelajahi hati Ibu yang sedang berteriak melalui derai tangisan sunyi itu.

Aku tidak tahu apa yang membuat Ibu menangis, tapi Bu… jangan ditahan-tahan. Keluarkanlah semuanya, tumpahkan kesedihan yang tersimpan rapi itu. Tapi sebentar saja ya, Bu. Karena setelah itu Ibu harus bangkit dari keterpurukan, menghadapi realita dan dunia yang memang tidak adil ini.

Barangkali putri kecil Ibu belum bisa memahami mengapa wajah bundanya suram di pagi ini, tapi aku bisa mengerti. I know that feeling. 


You Might Also Like

4 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest