CITA-CITA?

3:30:00 pm

Mungkin menulis adalah hal yang akan selamanya kulakukan di akhir sisa hidupku. Well, mengetik lebih tepat daripada menulis. Memang ayunan pensil menghasilkan mekanisme transfer yang lebih baik dari sel otak ke jari. Tapi, aku harus kerja dua kali. Menulis dan mengetiknya kembali. Aku sudah setua ini, dan waktuku tidak banyak. Jadi, efisiensi durasi harus jadi yang utama. Ah, alasan. Bilang saja malas.



Sepertinya sangat amat telat membahas soal cita-cita di masa ini. Tapi apa boleh buat, ada cita-citaku yang memang belum tercapai kok. Aku ingin jadi UI/UX Designer, sebuah profesi yang, jika aku sungguh bisa memperolehnya, pasti akan kucantumkan di profil sosmedku. Dengan penuh kebanggaan. Namun siapa yang tahu? Setelah kita mendapatkan sesuatu belum tentu rasanya sama seperti saat belum mendapatkannya.

Beberapa waktu lalu Bang Radit mengadakan Soaking Session, semacam ibadah dari Gereja MUDA namun tanpa menggunakan liturgi formal. Hanya ada pembukaan (kotbah singkat) dilanjutkan praise n worship oleh rekannya. Jadi Bang Radit sempet bilang: "Kalo lo ngga menghargai Tuhan, gimana lo bisa menghargai yang lainnya? Kalau nanti lo dapet kerjaan baru, ga mungkin lo hargain. Kalau lo nanti dapet pasangan, ga mungkin lo bisa hargain. Kalau nanti punya anak, gimana caranya lo bisa hargain. Pemberinya (=Tuhan) aja lo ga hargain." Gitu kurang lebih.

Bener juga sih. And I was like, "Ketika gw ngga menghargai Tuhan, hal itu bakal dengan jelas terlihat dari betapa rendahnya penghargaan gw akan semua yang Dia udah kasi."

Gampang bilang bosen. Gampang ninggalin. Gampang putusin komitmen di tengah jalan.

Ngga jaga kesehatan. Ngga peduli untuk nambah ilmu. Ngga kembangin talenta yang udah ada. Ngga merawat dan menumbuhkan.

Itu bisa jadi karena gw-nya ngga menghargai Tuhan dari awal. Gw hanya memanfaatkan Dia untuk memberikan hal-hal baik & enak untuk gw, dan setelahnya gw bahkan ngga peduli Dia mau apa di hidup gw. Egois, childish, dan bego banget.

Gw jadi berpikir apa yang seharusnya gw lakuin sekarang. Tapi ya gitu, manusia karena terbiasa bekerja (the doer / man of action) kita cenderung punya pola: "Untuk sampai di titik X, gw harus melakukan apa ya?" Kata kuncinya di "melakukan". Kita berusaha berbuat A, B, C dan jika dirasa kurang cukup kita akan mengerjakannya dengan lebih keras. I think ini sulit buat diterjemahin, tapi maksud gw kenapa sih kita ngga "to be" instead of "to do". Pernah denger kan manusia itu human being, bukan human doing.

Still, gw ngga menemukan jawaban yang gw cari. Ini gw ngetik apaan sih? Geje ya. Emang, gw aja bingung apalagi lo yang membacanya. Tapi gw ngga patah arang, setidaknya ini merupakan awal. Kesadaran akan sesuatu membuka pintu untuk kesadaran-kesadaran lainnya. Pertanyaan ngga selalu langsung terjawab, tapi mengajukan pertanyaan akan bikin lo menggali lebih banyak pertanyaan. Dan terkadang, di sela pertanyaan ke-73629 kita menemukan jawabannya. Voila! 


- - - 
Photo by Eryka Raton on Unsplash

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest