Flashpacking: Pangandaran Beach (part 2)

8:09:00 pm

Nyampe juga di Pangandaran!~

Kita taro semua barang-barang berat di kamar hotel, dan kita bawa botol air minum sama tas kecil doang.

Sepatu diganti ama sendal jepit, siap buat jalan-jalan sore...

Dari hotel gw (yang katanya dulu tempat jenazah korban tsunami itu, ehem) dibutuhkan 10 menit berjalan kaki untuk sampai di Pantai Barat. 

Asal lo tahu aja, Pantai Barat dan Pantai Timur itu isinya sama-sama air, tapi ada perbedaan dalam hal ketinggian ombak. Nelayan yang berlayar nyari ikan, pada berkumpul di Pantai Timur. Jadi jangan heran kalau di Pantai Timur ada banyak perahu yang parkir (kayak pelabuhan gitu). Ombak di Pantai Timur cukup gede, hanya orang hopeless yang nekad berenang di sini. 

Sementara ombak di Pantai Barat cukup aman buat berenang dan main surfing. Oya, di sini juga ada Sekolah Surfing Pangandaran, lho. Gw sempet ditawarin untuk belajar surfing dengan biaya Rp 250.000, ini bukan tarif per jam atau perhari, melainkan SAMPAI BISA. Asyik, kan? Udah termasuk penyewaan pakaian khusus surfing dan papan selancar. Gw liat cukup banyak bule maupun orang lokal yang belajar surfing di Pantai Barat ini.



Perbedaan Pantai Timur dan Barat yang selanjutnya adalah, lokasi. Udah jelas ya? Kalau lo mau liat matahari terbenam, pergilah ke Pantai Barat, apalagi di situ sekarang sudah dibangun taman Pangandaran Sunset. Sebenernya nggak mesti pergi ke taman ini, kalau mau lihat sunset. Cukup nongkrong aja di sepanjang garis Pantai Barat, entar lo bakal liat tuh matahari terbenam.

Dan, kalau mau lihat matahari terbit alias sunrise, pergilah ke Pantai Timur. 

Mana yang lebih rame? Jelas, Pantai Barat. Lebih banyak penginapan, pedagang oleh-oleh, dan restoran di Pantai Barat dibandingkan di Pantai Timur. Eits, tapi kalau mau ke Pasar Ikan justru kamu harus kecengin Pantai Timur. Banyak nelayan yang langsung menjajakan hasil laut tangkapannya di pasar-pasar ikan, bahkan ada beberapa tempat yang bersedia memasaknya langsung untuk kita. Sluurrp... makan seafood di tepi pantai, emang udah paling bener. 

Cusss kita ke Pantai Barat! Laper banget gw, mau nyari makan.

Kebetulan, tempat-tempat makan di sekitar pantai itu sangat sepi (yaiya lah secara lagi bulan puasa), tapi untungnya gw menemukan warung yang menjual nasi goreng. 

"Bu nasi goreng satu, pake telor dan pedes!"

Yass, dengan harga Rp 15.000 saja gw bisa mendapatkan sepiring nasi goreng spesial, dengan bonus angin gelebug alami.

Nasi goreng spesial, rasa tepi laut


Sambil makan nasi goreng hangat-hangat, gw video call-an sama temen gw, si Irma, yang lagi ngantor di Jakarta. Ngobrol ngalor ngidul, ehh tiba-tiba...

Apaan nih, ada yang loncat ke meja makan gw?

Monyet! Monyet beneran, asli~!

Nggak diundang, nggak diajak, si monyet ini gelantungan dari pohon lalu nongkrong di meja gw. Belum sempet ngasi ucapan selamat datang, doi udah ngacir sambil bawa kabur telor ceplok gw. Aaaaargh!

Sejak kapan monyet doyan telor ceplok? Apakah stok pisang di wilayah ini sudah menipis sehingga dia melakukan aksi penjarahan makanan manusia?

Si Irma di ujung video call sana cuman cekikikan. Mungkin beliau prihatin dengan keadaan naas yang menimpa gw...

Untungnya, nasi goreng itu udah hampir abis, jadi gw udah lumayan kenyang.

Warga-warga di sekitar yang ngeliat "tamu gak diundang" itu juga cuman ketawa-ketiwi. Kayaknya ini bukan kejadian pertama kalinya. Memang lokasi tempat gw makan masih deket sama Cagar Alam. Monyet-monyet itu pasti dateng dari arah Cagar Alam...

Yaudah.. gw ikhlaskan sebongkah telor ceplok tadi untuk menenangkan keroncongan perut si monyet jahil.. 

Ternyata, selain monyet, gw bertemu dengen gerombolan rusa. Di pantai, gitu loh! Ngapain sih mereka ke sini? 

Dua sejoli.
Liat gak pagar-pagar bambu di belakang? Itu Cagar Alam Pangandaran...
Jadi model pemotretan untuk majalah Animal Planet


Selesai makan, yuk kita jalan-jalan lagi. Kurang afdol kalau nggak jalan di pantai dengan kaki telanjang... kita lepas sendal, membiarkan kaki dipijat-pijat sama hangatnya pasir.. Hoaa enak banget.

Semakin sore suasana semakin rame. Ada beberapa bule mondar-mandir. Mereka juga berenang dengan santainya, serasa di kolam renang rumah sendiri. Sementara gw sibuk mendokumentasikan keadaan sekitar. 

Tes Mata: berapa jumlah pasir dalam gambar ini?

Kita sengaja jalan lama-lama sampai ke ujung Taman Sunset, supaya kita bisa lihat matahari terbenam. Sayangnya, hari itu langit agak berawan, sehingga penampakan sunset pun tersembunyi malu-malu..

Okaay, hari udah semakin gelap, kita kembali ke penginapan!

Sebelum pulang ke penginapan kita mampir ke tempat oleh-oleh untuk beli celana pendek ala-ala Pangandaran. Banyak banget pakaian motif batik dijajakan di sini. Harganya murah meriah, Rp 25.000 dapet celana buat main di pantai, dengan bahan kaus tebal bermutu tinggi. Mau beli baju ala-ala Pantai kayak baju barong gitu? Dengan Rp 35.000 kamu bisa bawa pulang. Masih bisa nawar lagi. Senangnya...

Abis belanja, nyokap mau beli makan malem di sebuah restoran terdekat, tapi dibungkus. Gw juga nggak mau kalah. Gw pesen pancake pisang cokelat kacang. Cuma Rp 15.000 aja, rasanya enak dan porsinya banyak. Sayangnya, gak sempet gw fotoin.

Kembali ke penginapan untuk mandi dan beristirahat!

Penginapan gw ini sederhana, nggak ada fasilitas bintang tujuh kayak fitness centre ataupun kolam renang. Bahkan saluran TV-nya juga bukan cable TV tapi channel lokal. Tapi gw pikir itu justru bagus. Kalau penginapan terlalu nyaman, kita jadi mager buat jalan-jalan keluar. Kalau di hotel gw bisa berenang, mungkin gw ngga akan niat untuk main-main air lagi di pantai. Intinya, karena ini adalah liburan ke pantai, jadi biarkanlah pantai menjadi fokus utamanya. Penginapan cuma buat numpang tidur dan mandi aja!

Besok paginya, kita bangun jam 6 untuk mandi dan siap-siap. Kita mau jalan ke Cagar Alam.

Yuhuu... seperti yang gw sebut di postingan sebelumnya, jarak dari penginapan ke Cagar Alam deket sekali. Ngesot 1 menit udah nyampe. Kita bayar tiket Rp 20.000 per orang. Hmm, semoga nggak mengecewakan yaa...

Cagar Alam Pangandaran adalah kompleks seperti hutan. Di dalem sini ada goa-goa yang konon dulunya dipakai untuk bertapa. Ada juga tempat perlindungan di masa penjajahan, namanya Goa Jepang. Cagar Alam ini adalah "rumah" bagi rusa dan monyet yang gw lihat di pantai kemaren.

Dari Cagar Alam, kamu bisa tembus ke beberapa spot menarik seperti: pantai pasir putih, air terjun (ada 3 air terjun tapi nama-namanya gw lupa), dan penangkaran badak.

Untuk menuju air terjun, menurut info dari petugas, kamu perlu menempuh perjalanan mendaki sekitar 1 jam dan wajib bawa bekal karena di atas nggak ada penjual popmie atau mijon.

Masuk ke Cagar Alam, kita ditawarin sebilah tongkat (tepatnya dahan) oleh si petugas.
Katanya sih, tongkat ini berguna untuk menghalau monyet-monyet yang nakal...

Sarapan dulu, ah..

Sementara itu, ke penangkaran badak juga waktu tempuhnya hampir sama. Nah, karena kita ngga mau berlama-lama di Cagar Alam ini, yaudah kita cuss menuju pantai pasir putih aja. Tinggal menyusuri jalan setapak yang sudah dipasangin paving block, dan sambil melihat apapan penunjuk arah, akhirnya kita tiba di pantai pasir putih.

Pantai ini memiliki garis pantai yang cukup pendek. Pasirnya putih, nggak seperti Pangandaran yang cokelat tua. Di sini nggak ada aktivitas yang berarti selain kumpulan kapal yang sedang stay cool menanti jaring mereka dipenuhi ikan...

Putihan mana? Pasirnya atau kaki saya?

Langit agak mendung di Pasir Putih... tapi ada matahari yang malu-malu...

Rusa bisa berenang nggak ya?

Kesan yang gw dapatkan sewaktu ke Cagar Alam ini adalah... mistis! Sepanjang perjalanan menuju Pasir Putih, kita menemukan goa-goa yang gelaaaaap banget. Mau masuk, tapi risih karena ngga ada petugas yang berjaga-jaga atau bawain senter. Gimana kalau di dalemnya ada uler atau koloni kecoak? Ditambah lagi, suara gemerisik daun dan angin yang bisa bikin bulu kuduk merinding, Hiiy... padahal gw dateng ke sana pas masih pagi, lho! 

Okaaay, terlepas dari ke-mistis-an Cagar Alam tersebut, tempat itu sebetulnya eksotis. Bayangin, bisa berasa di hutan Amazon padahal di samping lo ada lautan. Epic, kan?

Yuk ah, kita cabut dari Cagar Alam. Sekarang kita mau sarapan pagi dengan menu seafood. Kita pun mampir ke salah satu restoran yang cukup rame, lokasinya ada di Pantai Timur. Kita pesen 2 nasi, ikan kakap asam manis, dan cah kangkung. Hmm, enyaaak... Habisnya Rp 130.000 untuk dua orang. Porsinya? Beuh.. bisa untuk 4 orang! Saking kenyangnya, kita udah ngga kuat ngabisin ikan kakap dan cah kangkung-nya sehingga kita minta itu dibungkus. Lumayan buat makan siang nanti.

Dari sini, kita mau ekspedisi mencari gereja. Ini kan hari Sabtu, dan berhubung besok kita masih ada di kawasan Pangandaran, kita berencana untuk ibadah Minggu di gereja dekat sini. Dari hasil penelusuran gw di Mbah Gugel, ada gereja GBI Pangandaran deket sini. Naah, daripada besok nyasar, dan sekalian kita mau tahu jadwal ibadahnya, kita pun ngebolang mencari lokasi gereja tersebut.

Berbekal peta digital (aka. Google Maps) kita menelusuri Jalan Kidang Pananjung. Menurut Mbah Gugel, untuk jalan kaki cukup 20 menit aja. 

Smartphone gw udah ngasi notfikasi suara "You are arrived" tapi gw cari kanan-kiri kok, ngga ada bangunan yang mirip gereja?

Jiahhh, ternyata ada kesalahan teknis, Saudara-saudara!

Lokasi di peta sama lokasi beneran ternyata berbeda 100 meter. Terus, lokasi gerejanya juga ada di gang sempit. Tapi, di depan gang itu ada tulisan GEREJA dengan tanda panah.

Jadwal ibadah GBI Pangandaran
Okay, kita udah tahu lokasi gerejanya, tapi sayangnya jadwalnya nggak match. Pasalnya, kita mesti cabut dari Pangandaran pk 10.00 WIB besok, sementara ibadah umum pertama dimulai pk 10.00 WIB juga. Yaudah deh, kita berencana ibadah di Bandung aja kalo gitu.

Dari sini, kita jalan lagi menuju Pantai Barat. Udara panas terik, berasa banget kalau lagi di daerah pantai. Akhirnya kita nyampe juga dan disambut dengan angin sepoi-sepoi. Kali ini, kita mau nongkrong di pantai sampe sore. Tidak lupa, gw pun membawa novel Mira W. Lalala~

Seruput kelapa muda dulu, Boss..

Disediakan: penyewaan papan renang empuk... entah apa namanya.

Pukul 12.00 WIB ke atas emang waktu yang paling pas untuk maen di pantai. Kenapa? Karena angin cukup gelebug, sehingga ombaknya cukup oke buat surfing. Langit juga dalam keadaan cerah, memantulkan warna biru ke permukaan air laut. Walaupun panas, badan tetep adem ketiup angin.

Jangan lupa, pakai sunblock di seluruh tubuh Anda, termasuk tengkuk. Daerah tengkuk biasanya jarang diperhatikan saat kita mengoleskan sunblock, padahal kalau kulit kita terbakar matahari, tengkuk ini akan terasa perih (meskipun tertutup rambut!)

Gw kagum banget dengan indahnya pantai Pangandaran, terutama karena garis pantainya yang panjang. Tetapi gw menyayangkan adanya sampah-sampah yang berserakan di sini. Coba kalau kebersihannya lebih diperhatikan, pasti kunjungi wisatawan ke Pangandaran meningkat drastis. Apalagi, akses jalannya sudah bagus sekali.

Lagi jalan-jalan "memijat kaki" di atas pasir panti, gw ditawarin belajar surfing sama seorang pemuda. Sepertinya dia adalah pelatihnya. Hmm, mungkin muka gw cukup potensial untuk menjadi surfer handal...


(bersambung... )

Pangandaran West Coast

You Might Also Like

0 komentar

CONNECT ON TWITTER

Blog Archive

connect on Pinterest